Terkait Dugaan Penyimpanan Dana Amal, Komisi III DPR Desak ACT Transparan dan Bersedia Diaudit

elvo
elvo
Diperbarui 5 Juli 2022 16:37 WIB
Jakarta, MI - Terkait dugaan adanya penyimpangan penggunaan dana amal atau sumbangan, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) agar transparan soal penggunaan dana. Serta bersedia untuk diaudit oleh auditor yang ditunjuk Pemerintah. "Seyogianya kalau ACT itu clear, tidak ada penyimpangan seperti yang diduga tersebut. Maka ACT harus berani membuka diri kepada publik, siap diaudit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh pemerintah," ujar Arsul kepada wartawan, Selasa (5/7/2022). Arsul berharap ACT siap diaudit investigatif oleh auditor independen. Apalagi, ada dugaan transaksi mencurigakan dari hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Buka juga oleh ACT sendiri paling tidak beberapa tahun ke belakang bagaimana mereka menggunakan dana filantropi atau amal yang diperoleh dari masyarakat. Pertanyaannya mereka berani tidak untuk diaudit investigatif oleh auditor independen, termasuk untuk merespons dugaan transaksi mencurigakan terkait terorisme," jelas Arsul. Pasalnya, kata Arsul jika analisis PPATK menunjukkan adanya indikasi ke arah transaksi keuangan ke suatu kejahatan tertentu, termasuk terorisme, maka PPATK berhak meneruskan ke aparat penegak hukum. "Tugas PPATK kan memang melakukan analisis transaksi keuangan yang mencurigakan. Jika hasil analisisnya memang transaksi keuangan mencurigakan tersebut terindikasi dengan suatu kejahatan tertentu, termasuk terorisme maka ya PPATK memang diwajibkan untuk meneruskannya kepada penegak hukum," pungkas Arsul. Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, mengungkap pihaknya telah menelusuri aliran dana lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Hasilnya, tak hanya ditemukan indikasi penggunaan untuk kepentingan pribadi tetapi juga aktivitas terlarang yang mengarah kepada dugaan pembiayaan terorisme. "Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," ujarnya kepada wartawan, Senin (4/7/2022). Lebih lanjut, diungkapkannya hasil analisa tersebut saat ini telah diserahkan kepada Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Transaksi mengindikasikan demikian (terorisme, red) namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ungkapnya.**