Perppu Cipta Kerja, John Pieris: Tidak Ada UU Mengatur Kegentingan, Presiden Hanya Tertolong Putusan MK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Maret 2023 16:04 WIB
Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI hingga saat ini belum juga membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan pada 30 Desember 2022 lalu. Perppu dikeluarkan oleh Presiden, tetapi dengan syarat ada situasi genting yang memaksa pemerintah harus mengambil langkah cepat. Padahal UUD 1945 pasal 22 ayat 1 menyebutkan bahwa Perppu ditetapkan ketika negara dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Situasi genting dan memaksa itu sendiri, menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI) John Pieris merupakan hak subyektif presiden. Namun, ada sejumlah yurisprudensi yang menyertainya, seperti tidak adanya undang-undang atau kekosongan hukum, atau adanya limitasi waktu, dan situasi sejenis. "Tidak ada undang-undang yang mengatur soal kegentingan, tetapi Presiden Jokowi tertolong oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009,'' jelas John Pieris dalam acara diskusi terbatas "Loloskan Perppu No 2/2022 Cipta Kerja dari DPR RI?" di Hotel Balairung Jakarta Timur, Kamis (2/3). John Pieris menjelaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 itu menyatakan kegentingan yang memaksa harus memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kemudian, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan kendala yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. "Jokowi tidak salah mengeluarkan Perppu karena dia merujuk ke pasal 12 dan putusan Mahkamah Konstitusi itu. Ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum tetapi berdasarkan pada undang-undang yang dibutuhkan, yang belum ada. Sehingga terjadi kekosongan hukum atau lainnya, tidak memandangnya undang-undang yang saat ini ada," ungkapnya. Menurutnya, Undang-undang Cipta Kerja (Ombnibus Law) juga sebetulnya belum memadai karena ada putusan MK tidak dijalankan. "Merevisi Pasal di UU Ciklaka itu, memasukkan BAB baru dan pasal baru. BAB yang dimaksud adalah metode omnibus law," lanjutnya. Pada kesempatan itu, John Pieris juga memperetanyakan sikap partai politik soal terbitnya Perppu Cipta Kerja ini. "Apa yang terjadi ketika Perppu ini keluar, tidak ada reaksi dari elit partai politik, karena pada waktu itu koalisi 8 partai itu sama-sama kuat sangat kuat dan sekarang mereka semuanya diam, cuman yang menyuarakan itu hanya partai yang berseberangan dengan koalisi itu," bebernya. "Sekarang menjadi pertanyaan, kenapa 8 partai koalisi ini sampai saat ini masih diam. Jadi sekarang apa yang mau diharapkan masyarakat lagi kepada parlemen di Senayan sana, ini kan sebenarnya permainan dari elit politik sekarang," tegasnya. Tak hanya itu saja, menurut dia, Perppu Cipta Kerja ini juga dimanfaatkan oleh pemerintah menjelang Pemilu 2024. "Pemilu ini kan sebenarnya tidak membutuhkan uang yang sedikit, tapi membutuhkan uang miliaran. Tidak mungkin mereka untuk kemudian menolak Perppu ini. Memang ada elit politik seperti itu, mereka sebenarnya sudah menatap pada pemilu 2024, semuanya konsentrasi kesitu. Inilah yang sekarang dimanfaatkan oleh pemerintah," katanya lebih lanjut. Lebih jauh, John Pieris juga merasa aneh, bahwa Perppu Cipta Kerja ini membatalkan Undang-Udang Cipta Kerja, padahal Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan MK saat itu hanya mengatakan inkonstitusional. "Supaya menjadi konstitusional. Syaratnya adalah revisi undang-undang Cipta kerja dan undang-undang PPP pembentukan peraturan perundang-undangan (Perppu)," katanya. Namun demikian, menurut John Pieris kewenangan Mahkmah Konstitusi (MK) juga harus diperkuat dengan diberikan kewenangan eksekutorial. "Kalau Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan eksekutorial misalkan ada perintahkan ini harus dirubah. Undang-undang ini paling lambat direvisi 6 bulan, kelar, tapi susah, karena kewenangannya itu terbatas," katanya. "Kalau di MK kan tidak memiliki kekuatan besar, di situ 3 presiden, 3 MA, 3 DPR. Yang dari DPR ditarik lagi, sebenarnya politik hukum kita sudah amburadul, ini yang menjadi persoalan Kita sebenarnya saat ini," imbuhnya. Sebagai informasi Maksud dan tujuan diskusi terbatas adalah; 1. Memahami tentang penerbitan Perpu No. 2 tahun 2022 dalam konteks ketatanegaraan Indonesia. 2. Adanya konsep strategi advokasi yang akan dilakukan peserta diskusi terbatas. Narasumbernya adalah John Pieris, Ketua Program Studi Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia dan Ade Irfan Pulungan, Tenaga Ahli Utama Deputi V Kantor Staf Presiden. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Pelikson Silitonga. Sementara pesertanya sebanyak 30 orang terdiri dari: 1. Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 atau YFAS 90. 2. Dewan Pengurus Pusat Gabungan Serikat Buruh Mandiri (DPP FGSBM). 3. Dewan Pengurus Cabang FGSBM Jakarta Utara. 4. Dewan Pengurus Cabang FGSBM Bekasi. 5. Dewan Pengurus Cabang FGSBM Bogor. 6. GBJ/Gerakan Buruh Jakarta terdiri dari: a. FBTPI/Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia b. FSUI/Federasi Sektor Umum Indonesia c. SPSI LEM/Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Logam Elektronik Mesin d. FSPMI/Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia e. FSPJR/Federasi Serikat Pekerja Jaya Redimix 7. Aliansi PERAK Bekasi terdiri dari: a) Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (F PBI) Kabupaten Bekasi b) Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (F GSPB) c) Federasi Serikat Buruh Bersatu (F SBB KASBI) d) Federasi Pekerja Industri (FPI) e) Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (F SBMM) f) Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN) g) Federasi Serikat Buruh Redimix dan Konstruksi (F SBRK KASBI) 8. Migrant Care 9. LBHN PP Kep. SPSI, Endang Rokhani 10. KPKB/Kelompok Perempuan Untuk Keadilan Buruh 11. APINDO DKI Jakarta 12. Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia 13. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar (LA) #John Pieris