Pengamat Sebut Puan Maharani Kuda Hitam Pilpres 2024

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 17 Maret 2023 15:25 WIB
Jakarta, MI- Belum reda istilah cebong-kampret pasca kontestasi pilpres 2019. Kini narasi saling hujat muncul kembali. Bedanya, dulu antara pendukung Prabowo vs Jokowi, kini dengan baju yang berbeda namun isi narasinya sama yakni sama-sama saling hujat, masyarakat pemilih mulai terbelah antar pendukung Anies Baswedan di satu sisi vs pendukung pemerintah yang dalam barisannya ada Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dua capres yang dijagokan. Pemerhati Sosial Politik, Uchok Sky Khadafi menilai, polarisasi yang terjadi jelang pilpres 2024 tak terlepas dari sisa-sisa pendukung kontestasi kemarin (pilpres 2019). "Ada yang kecewa terhadap Prabowo kemudian alihkan dukungan ke Anies, ada yang tetap setia dukung Jokowi dengan alihkan dukungan ke capres yang dianggap sejalan dengan Jokowi misalnya Prabowo dan Ganjar. Kedua kelompok masyarakat ini cenderung gaduh dan membabibuta dalam mengekspresikan dukungannya," ujar Aktivis 98 itu kepada wartawan, Jumat (17/03/2023). Uchok menilai, kekuatan dua kelompok masyarakat itu sebenarnya tidaklah begitu signifikan. "Dibandingkan dengan silent majority (masyarakat yang netral), dua kelompok pendukung itu jumlahnya gak seberapa. Tapi dengan adanya dua kelompok itu setidaknya kandidat capres yang ada sudah bisa diukur sebenarnya tingkat keterpilihannya nanti," jelas Uchok. Yang menarik, kata dia, masyarakat type silent majority menanti kandidat capres di luar yang sudah ada. "Silent majority sudah bosan lihat kandidat capres yang ada karena mereka tidak mampu kemas narasi kebangsaan yang lebih progresif, hal itu bisa dilihat dari ekspresi para pendukung mereka yang narasinya sudah usang dan tegang. Yang jelas silent majority lagi menunggu kandidat diluar itu," tandasnya. Uchok menilai, kandidat yang cukup potensial selain kandidat capres yang ada adalah Puan Maharani. "Puan bisa jadi kuda hitam di pilpres 2024, selain didukung kekuatan partainya yang cukup kuat, Puan juga merepresentasikan kekuatan politik kaum perempuan. Kita tahu kaum perempuan dari segi kuantitas sangat banyak," jelasnya. "Dan kekuatan perempuan ini ditambah dengan Massa NU, bisa bisa Puan Maharani tidak terkalahkan. Asal Puan memilih wakil presiden dari kalangan NU. Bisa pilih dari birokrat NU, yaitu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, atau memilih teknokrat santri, Ali Masykur Musa," tegas Uchok Sky Jika ditilik dari perjalanan sejarah, kata dia, bagaimana dulu pasca reformasi bangsa ini masuk dalam tarikan ketegangan dalam menentukan calon pemimpin. "Akhirnya Megawati yang gak disangka-sangka jadi pemimpin republik ini, justru jadi. Sepertinya akan berulang ke anaknya yakni Puan Maharani kondisi tersebut," pungkasnya.
Berita Terkait