Sejumlah Aktivis dan Pemuda Bekasi Gelar Bedah Buku Hitam Prabowo dan Suksesi Pilpres 2024

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 9 Januari 2024 21:52 WIB
Bedah Buku Hitam Prabowo (Foto: Ist)
Bedah Buku Hitam Prabowo (Foto: Ist)

Bekasi, MI - Sejumlah Aktivis 98, Aktivis Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa Kampus dan Pemuda Kota Bekasi gelar kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto; "Sejarah Kelam Reformasi 1998 dan Ancaman Demokrasi Indonesia" menjelang Pemilu 2024 mendatang, di Kopi Raga STIES Mitra Karya, Kota Bekasi Jawa Barat, Selasa (9/01).

Dalam kegiatan tersebut dihadiri sejumlah narasumber yang terdiri dari Aktivis 98 dan Pegiat HAM Irwan Suhanto, Penggerak Sosial Kerakyatan Hari Purwanto, Pegiat Pemilu dan Demokrasi Hasnu Ibrahim, Akademisi Hasanuddin, Aktivis Milenial Rahbar Ayatullah.

Pegiat HAM dan Sosial Politik Irwan Suhanto, mengatakan negara ini akan menghargai kemanusian, dan menghargai demokrasi selama kemudian telah mengadili dan pelaku pelanggar HAM.

"Selama pelanggar HAM seperti Prabowo dan kawan-kawan ini belum diadili secara hukum saya pikir Prabowo belum layak untuk mencalonkan diri sebagai Presiden di bangsa ini," kata Irwan.

Irwan berkomitmen, selama pelanggar HAM Berat belum diadili maka selama itu juga saya akan terus menjadi juru bicara rakyat dan mendesak pertanggungjawaban negara untuk mengembalikan 13 kawan kami yang diculik," kata Irwan.

Bahkan, lanjut Irwan, beberapa aktivis 98 dilingkaran Prabowo pada hari ini seperti Budiman dan kawan-kawan begitu tega menjual prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai kemanusian ditengah penculikan terhadap aktivis 98 yang belum dikembalikan hingga hari ini.

"Saya menantang Prabowo untuk menemui massa aksi kamisan ke 801 di depan istana negara besok. Agar clear sejauhmana keterlibatan Prabowo pada penculikan aktivis 98 dan kerusuhan Mei 1998," jelas Irwan.

Selanjutnya, Pegiat Pemilu dan Demokrasi Hasnu Ibrahim, menyampaikan penulis buku ini Buya Azwar adalah aktivis 98 yang telah berhasil mengingatkan saya sebagai Pegiat Pemilu dan Demokrasi yang lahir pasca Reformasi, di mana pada saat Orde Baru Rezim Soeharto terjadi Kasus Penculikan Aktivis, kerusahanan Mei 1998. 

Tragedi Berdarah, Upaya Kudeta terhadap Presiden Bj. Habibi, Tragedi Berdarah di Timor-Timur dan Papua, terungkap secara jelas dalam Buku Hitam Prabowo Subianto ini di mana diduga kuat aktor sentralnnya adalah Prabowo Subianto.

Hasnu mengatakan, publik tentu bertanya-tanya, mengapa Prabowo hingga kini belum diadili? Tentu ini harus clear dijawab oleh Pemerintahan Presiden Jokowi. 

Hasnu melanjutkan, kehadiran buku ini juga memberikan informasi penting kepada generasi muda, aktivis mahasiswa dan rakyat Indonesia secara luas bahwa Pemilu 2024 adalah momentum yang baik untuk mengadili pelaku pelanggar HAM Berat agar tidak terpilih dalam Pemilu 2024 mendatang. 

Hasnu menuturkan, saatnya persatuan rakyat dibutuhkan dalam suksesi kepemimpinan politik nasional untuk menjegal agar pelanggar HAM tidak berkuasa.

Akademisi Politik dan Hukum Hasanuddin menyampaikan, situasi penghormatan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam 9 tahun terakhir mengalami penurunan amat sangat drastis dan mengalami situasi cacat demokrasi karena dikuasi oleh Dinasti Politik dan Oligarki. 

Hal ini, kata Hasanuddin, tentu berkorelasi dengan ruang kebebasan sipil yang kian tersumbat oleh hegemoni kekuasaan dan pengabaian Jokowi dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang diduga melibatkan Prabowo Subianto.

Bahkan, kata Hasanuddin, kasus-kasus pelanggaran HAM Berat ini belum kunjung tuntas dan diselesaikan secara berkeadilan dan bermartabat oleh Negara.

Ia melanjutkan, Presiden Jokowi telah meruntuhkan pilar-pilar negara hukum demi melestarikan kekuasaan. Negara Hukum dicirikan dengan 4 pilar utama; pertama, Penghormatan terhadap HAK Asasi Manusia, kedua, Pengadilan yang independen, ketiga, Pemerintahan yang berdasarkan pada perundang-undangan dan keempat, pembagian kekuasaan (sharing power). 

"Empat pilar negara hukum ini ambruk dan dirusak oleh syahwat kekuasaan demi melestarikan kekuasaan didapur keluarga, anak, mantu, kolega dan parahnya berkompromi dengan pelaku pelanggar HAM Berat," jelas Hasanuddin.

Aktivis Milenial Rahbar Ayatullah menuturkan, fakta-fakta dan sejarah tersebut telah jelas dan terang benderang. Tapi komitmen negara dalam menyelesaikan itu belum terlihat. Untuk itu, ia mengajak agar memilih pemimpin yang menghargai demokrasi dan tidak memiliki rekam jejak pelanggaran HAM Berat Masa lalu.

"Kita semua marah, kita semua tentunya bertanggungjawab untuk menggagalkan hal itu tidak terjadi pada Pemilu 2024 mendatang dengan tidak memilih pelaku pelanggar HAM," katanya. 

Topik:

buku-hitam