Aneh! 1 Bulan ke Pemilu Kok Ada Ide Pemakzulan Presiden, Ada yang Panik dan Takut Kalah?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Januari 2024 10:09 WIB
Prof Jimly Asshiddiqie (Foto: MI/Aswan)
Prof Jimly Asshiddiqie (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti gerakan pemakzulan yang akhir-akhir ini muncul.  Jimly menilai hal ini sebagai pengalihan perhatian karena ada yang panik dan takut kalah. Bahkan, Jimly mengaku bingung dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang Pemilu.

"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," kata Jimly melalui akun X resminya, @JimlyAs, seperti dikutip Minitorindonesia.com, Minggu (14/1).

Jimly menegaskan bahwa, dalam waktu yang singkat ini tidak mungkin pemakzulan itu dicapai. Untuk itu, Jimly meminta agar seluruh pihak fokus saja dalam mensukseskan Pemilu 2024.

"1 bulan ini, mana mungkin dicapai sikap resmi 2/3 anggota DPR dan dapat dukungan 2/3 anggota MPR setelah dari MK. Mari fokus saja sukseskan pemilu," kata Jimly.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menerima kedatangan 22 tokoh dari Petisi 100 di kantornya. Mereka datang untuk mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.

"Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi," kata Mahfud Md saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1).

Mahfud mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan hal tersebut.

"Itu silakan saja kalau ada yang melakukan itu. Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk memakzulkan presiden itu ya syaratnya lima."

"Satu, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau apa dan sebagainya," kata Mahfud di Surabaya, Rabu (10/1).

Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Dan kelima, melanggar kepantasan dan etika.

Mahfud mengatakan tidak mudah untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden. Sebab, kata dia, harus melalui proses yang panjang.

Menurut mantan Ketua MK itu, hal ini tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. 

"DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa." 

"Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan," ucap Mahfud.

Mahfud menyampaikan apabila proses di DPR itu telah selesai barulah putusannya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disidangkan. Menurut Mahfud, prosesnya akan memakan waktu yang lama.

"Kalau DPR setuju nanti dikirim ke MK. Apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti di MK sidang lagi, lama," ujarnya.

Sementara, kata Mahfud, yang meminta agar Jokowi dimakzulkan ingin prosesnya selesai sebelum pemilu. Menurutnya, tidak akan selesai sebelum pemilu. (wan)