Menilik Pernyataan Jokowi 'Boleh Kampanye dan Memihak', Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 26 Januari 2024 21:17 WIB
Prabowo Subianto (kiri), Joko Widodo (tengah) dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto (Foto: MI/Repro/Ist)
Prabowo Subianto (kiri), Joko Widodo (tengah) dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto (Foto: MI/Repro/Ist)

Jakarta, MI - Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak terhadap capres-cawapres menjadi isu kontroversial. Pasalnya, Jokowi selama ini justru menekankan netralitas pejabat pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, Polri, dan ASN.

Joko Widodo mangatakan demikian asalkan saat kampanye, tidak menggunakan fasilitas negara. 

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan hal itu ketika bersama Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden Prabowo Subianto di sebuah acara di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1). 

Menurut Jokowi, presiden dan menteri adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. “Masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh. Boleh. Menteri juga boleh. Semua itu pegangannya aturan. Kalau aturannya boleh ya silakan, kalau aturannya enggak boleh ya tidak,” jelasnya.

Atas pernyataan ini, pihak Istana Kepresidenan menilai banyak pihak yang salah mengartikannya. Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana saat itu Jokowi menjawab pertanyaan media terkait menteri yang ikut dalam tim sukses.

"Dalam merespons pertanyaan itu, bapak presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden," kata Ari, Kamis (25/1).

Jokowi, kata dia, hanya menjelaskan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam beleid itu, kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, kepala daerah, dan wakil kepala daerah. "Artinya presiden boleh berkampanye, ini jelas ditegaskan dalam Undang-Undang," jelasnya.

Meskipun ada syarat presiden untuk berkampanye. Mulai dari tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya kecuali pengamanan bagi pejabat, hingga menjalani cuti di luar tanggungan negara. "Dengan diizinkannya presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," bebernya.

Selain itu, Ari juga mencontohkan keberpihakan politik juga terjadi dari presiden sebelumnya seperti presiden ke 5 dan ke-6, yang ikut serta dalam kampanye untuk memenangkan partai yang didukung. Namun, dia menegaskan bagi pejabat publik dan politik harus memperhatikan aturan yang berlaku dalam hak mendukung pasangan calon dan berkampanye.

"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," jelasnya.

Akan tetapi pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komaruddin menilai pernyataan Jokowi itu sudah sangat jelas menunjukkan keberpihakan Jokowi pada Prabowo-Gibran.

“Dan itu menguntungkan Prabowo-Gibran. Keberpihakan ini bisa jadi berdampak ke suara 02. Kalau kepuasan terhadap Pak Jokowi masih tinggi, itu bisa berdampak positif bagi Prabowo-Gibran,” kata Ujang kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (26/1).

Di sisi lain, sikap itu dapat merugikan dua pasangan calon lainnya. Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran pun turut bereaksi atas pernyataan Jokowi karena merasa "dikait-kaitkan kepada paslon 02".

Wakil Ketua TKN Meutya Hafid mengatakan bahwa "TKN sampai hari ini akan menghormati keputusan presiden untuk tetap netra. "Kami melihat ini sebagai langkah beliau yang menghargai seluruh paslon, meskipun demikian, TKN akan menunggu, tadi beliau sampaikan, 'Kita lihat nanti' apakah hak beliau untuk ikut berkampanye atau berpihak salah satu paslon, kita akan sama-sama tunggu perkembangannya," kata Meutya.

Apa Kata Capres-Cawapres?

Calon presiden nomor urut tiga, Anies Baswedan mengaku tidak gentar kalau memang Jokowi berpihak apda salah satu paslon. Anies mengatakan bahwa masyarakat akan mencerna, menakar, dan menimbang padangan Jokowi tersebut. “Kita hadapi saja. Itu bagian dari konsekuensi. Tapi kami percaya kok selalu ada hikmahnya,” kata Anies di Yogyakarta.

Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD menyatakan hal itu tidak menjadi masalah. "Ya ndak apa-apa. Kalau presiden mengatakan begitu silakan saja. Anda mau ikut atau enggak kan itu terserah," katanya.

Namun Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud mengingatkan bahwa ada batas-batas etika yang semestinya diperhatikan meski undang-undang membolehkan. “Tentunya ada semacam etika dan anggapan masyarakat soal nepotisme dan lain-lain yang akan semakin kental apabila presiden mengkampanyekan salah satu paslon yang kebetulan ada putra kandungnya,” kata Juru bicara TPN Ganjar-Mahfud, Chico Hakim. (wan)