Joko Widodo Sudah Tak Malu-malu "Jungkir Balik" Naikkan Elektabilitas Anaknya!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Januari 2024 12:38 WIB
Joko Widodo (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) (Foto: MI/Net/Ist)
Joko Widodo (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengabaikan etika dan tidak peduli dengan ukuran moralitas.  

“Seseorang saat sudah jadi presiden atau kepala negara itu harusnya sudah untuk kepentingan seluruh rakyat, seluruh negara, bukan lagi sebagai politisi yang partisan. Beliau seharusnya menjadi negarawan. Rusak jika para pejabat negara masih menganggap dirinya politisi,” kata Henri merespons pernyataan Jokowi yang menyebut presiden boleh berkampanye dan boleh juga memihak dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 dikutip pada Senin (29/1).

Ia mengatakan, negara akan rusak jika pemimpin negara sudah mengabaikan etika dan moral. Para pejabat negara yang berasal dari politisi, masing-masing mengurus kepentingan politiknya, serta mendahulukan kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya.

Henri mengatakan, rakyat akan menganggap Jokowi mengabaikan rakyat Indonesia yang beragam dalam afiliasi dan pilihan politik. Presiden menurutnya harus diingatkan, bahwa ucapan dan sikapnya menghadapi pemilu 2024 sudah tidak pantas.

“Ini kan bukan sekadar persoalan aturan, tapi kepatutan. Lagi pula kalau presiden kampanye, pertanyaannya apa Pak Jokowi sudah melaksanakan cuti? Seperti aturan yang ada?” kata Henri.

Sebab, jika Jokowi belum cuti dan masih menggunakan fasilitas negara seperti pesawat kepresidenan, pengawalan, ajudan, keprotokolan, mobil kepresidenan dan fasilitas milik negara lainnya, untuk kepentingan pemilu 2024, maka Jokowi melanggar aturan.

“Makanya, etikanya presiden harus netral untuk kepentingan negara. Tidak diakali dengan pembenaran-pembenaran,” jelasnya.

Henri menilai, semua yang dilakukan Jokowi tak lain karena kekhawatirannya terhadap fenomena kuatnya elektabilitas paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud sebagaimana yang dilaporkan dalam hasil lembaga survei dari Australia, Roy Morgan. 

Jokowi sudah tidak malu-malu jungkir balik untuk menaikkan elektabilitas anaknya dia khawatirkan kalah jauh dari Ganjar-Mahfud yang semakin menguat di lapangan.

“Semua yang dilakukan Pak Jokowi itu tak lain karena kekhawatirannya terhadap fenomena kuatnya Ganjar-Mahfud sebagaimana yang dilaporkan dalam hasil survei dari Australia."

"Hasil lembaga survei terpercaya Roy Morgan telah menghantuinya hingga sekarang tidak malu lagi untuk all out ikut kampanye di berbagai daerah. Ini semua adalah upaya Jokowi membela anaknya,” imbuhnya.