Tuntut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Mundur, Mahasiswa Bali: Kami Tunggu Pencawapresan Gibran Dibatalkan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Februari 2024 02:09 WIB
Para mahasiswa menuju Kantor KPU Bali, Jumat (9/2) (Foto: Dok MI)
Para mahasiswa menuju Kantor KPU Bali, Jumat (9/2) (Foto: Dok MI)

Bali, MI - Mahasiswa di Denpasar, Bali menuntut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mundur dari jabatan Ketua KPU RI karena melanggar etik. Sebelumnya, Hasyim Asy'ari diputuskan melanggar etik setelah menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) berpasangan dengan calon presiden (Capres)  Prabowo Subianto dengan nomor urut 02.

Adapun mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Pemuda Bali itu melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, Jumat (9/2).

"Kami minta ketua KPU RI yang sudah melakukan pelanggaran etik agar mundur dari jabatannya. Sudah tiga kali ketua KPU RI melanggar kode etik," kata Ketua BEM Udayana I Wayan Tresna Suwardiana.

Meski begitu, pihaknya tetap mengikuti prosedur dan menghormati hukum di Indonesia. "Kalau memang sudah terbukti melanggar, maka kami menunggu kebijakan dari pemerintah dan mungkin bisa dibatalkan pencalonan Gibran," tegasnya.

Di sisi lain, mereka juga meminta pejabat dan aparat negara netral serta pemilu dilaksanakan dengan demokratis.

"Kita ingin semua penyelenggara Pemilu baik itu KPU, Bawaslu, netral, tidak memihak kepada siapa pun kandidat-kandidatnya," imbuh Tresna.

Kendati, DKPP sebelumnya menyatakan pencalonan Gibran yang ditetapkan KPU sudah sesuai dengan konstitusi. DKPP bahkan menegaskan, KPU menjalankan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, KPU in casu Para Teradu memiliki kewajiban untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Sebagai perintah konstitusi," kata bunyi pertimbangan putusan DKPP.

DKPP menekankan kembali, tindakan Para Teradu pada dasarnya, sudah menindak lanjuti putusan MK. Tepatnya, pada Putusan MK Nomor 90/2023.

"Bahwa tindakan Para Teradu menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. Adalah tindakan yang sudah sesuai dengan konstitusi," ujar putusan DKPP tersebut.​

Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari buka mengatakan, putusan itu merupakan kewenangan penuh DKPP. Sebagai penyelenggara Pemilu 2024, Hasyim mengatakan, KPU sebagai teradu selalu mengikuti proses persidangan di DKPP. Dalam kasus pelanggaran kode etik, pihaknya sudah memberikan keterangan dan bukti kepada DKPP.

"Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan. Dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP," kata Hasyim seusai mengikuti rapat bersama Komisi II DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Apapun putusan DKPP, Hasyim sekali lagi menegaskan, KPU tidak akan berkomentar terhadap saksi tersebut. "Karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," ucap Hasyim

DKPP RI menegaskan, putusan sanksi peringatan keras kepada Ketua dan anggota KPU RI tidak berkaitan dengan pencalonan capres-cawapres. Peringatan keras kepada seluruh Komisioner KPU murni persoalan pelanggaran etik, dan bukan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

"Ini kan murni putusan etik, nggak ada kaitannya dengan pencalonan. Nggak ada (kaitannya dengan pendaftaran Cawapres 02 Gibran)," kata Heddy seusai mengikuti rapat bersama Komisi II DPR, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).