Pemilu 2019 dan Pemilu 2024, Mana yang Lebih Buruk? Ini kata Bawaslu

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 15 Februari 2024 13:45 WIB
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja (Foto: MI/Dhanis/Repro)
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja (Foto: MI/Dhanis/Repro)

Jakarta, MI - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengatakan saat ini pihaknya belum bisa membandingkan terkait banyaknya jumlah pelanggaran Pemilu tahun 2019 dan Pemilu 2024.

"Kita belum bisa membandingkan, karena pada saat kejadian 2019 saya juga di sini kalau tidak salah ada kejadian lebih dari 100ribu pelanggaran administrasi ya pada hari H," katanya kepada wartawan di Kantor Bawaslu RI, Kamis (15/2).

Kata Bagja, saat ini pihaknya juga masih belum bisa memberikan penilaian mana yang lebih baik atau lebih buruk terhadap penyelenggara Pemilu 2019 ataupun Pemilu saat ini. Karena menurutnya, ada perbedaan perspektif yang mesti klasifikasikan.

"Kemudian karena datanya berbeda perspektifnya, maka kita harus bandingkan betul-betul apakah lebih buruk atau lebih baik. Karena data pembandingnya masih kita pelajari maka belum bisa kita klasifikasi mana yang lebih baik atau lebih buruk," ujarnya.

Selain itu, adanya perbedaan data antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan saksi di lapangan, sehingga perbandingan itu belum bisa dilakukan.

"Misalnya kalau kita bandingkan 382 tindak pidana Pemilu terjadi pada tahun 2019 pada saat sekarang belum bisa kita lakukan, itu karena ada perbedaan data yang dipegang KPU, Bawaslu dan juga saksi," urainya.

"Misalnya pada saat rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota maka kemudian ditemukan alat bukti ketika ada laporan Bawaslu melakukan sidang ajudikasi pelanggaran administrasi untuk mencocokkan data membandingkan data dan itu belum ada saat ini," tambah Bagja. (DI)