Hak Angket Sasarannya Siapa Ya?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Februari 2024 19:37 WIB
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dalam unjuk rasa menentang dugaan kecurangan dalam pemilu presiden (Foto: Repro Getty Images)
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dalam unjuk rasa menentang dugaan kecurangan dalam pemilu presiden (Foto: Repro Getty Images)

Jakarta, MI - Wacana pengguliran hak interpelasi dan hak angket yang dimiliki oleh DPR untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu 2024, secara normatif, bisa dilakukan.

Namun apakah upaya ini dapat memengaruhi hasil pemilu 2024 dan bahkan memakzulkan Presiden Joko Widodo, beberapa pengamat dan peneliti politik, pesimis melihat hal itu.

Namun, bagi Fraksi PAN di DPR, penggunaan hak angket tidak tepat. Selain tidak diatur dalam UU pemilu, hak angket diperkirakan akan menghabiskan waktu yang tidak sedikit.

Belum lagi, kata Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, upaya penyelidikan yang dilakukan akan melibatkan banyak lembaga. Sementara di dalam PKPU, ada tahapan pemilu yang sudah disepakati.

"Kalau mau dikaji lebih dalam, hak angket itu sasarannya siapa? Pemerintah secara keseluruhan atau hanya penyelenggara pemilu. Kalau pemerintah, ya agak aneh. Sebab, di dalam kabinet hampir semua partai pengusung capres memiliki anggota kabinet, kecuali PKS," ujar Saleh, Jum'at (23/2). 

"Apakah etis jika partai yang ada di kabinet mengajukan hak angket kepada pemerintah? Bukankah itu sama dengan melakukan penyelidikan atas diri masing-masing?"  sambungnya.

Mohon dipertimbangkan lagi, kata dia, sebab, ini akan jadi preseden tidak baik ke depan. Yang namanya hak angket akan menimbulkan dampak luas. 

"Tidak hanya di masa pemilu, bahkan implikasinya bisa ke hal lain di luar pemilu," demikian Saleh.

Tak ada dalam Mekanisme Pemilu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menilai hak angket tidak ada dalam mekanisme pemilu. "Tidak ada mekanisme kepemiluan tentang hal tersebut. Dalam undang-undang juga nggak ada," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (23/2).

Itukan dalam mekanisme di DPR, tambah dia, hak DPR termasuk kewenangan DPR untuk melakukan kontemplasi, angket, dan lain-lain.

Bawaslu, ungkap dia, tidak bisa mengomentari hal apapun tentang hal tersebut (hak angket). Hal tersebut diatur dalam undang-undang. "Jadi mekanisme itu ada di dalam parpol dan juga di DPR," jelasnya.

Menurut Bagja, Bawaslu saat ini lebih memilih untuk fokus terhadap pengawasan Pemilu. "Bawaslu, fokus kami ada pada pelanggaran-pelanggaran dan pengawasan tahapan penyelenggaraan yang sampai sekarang sudah masuk dalam tahapan rekapitulasi berjenjang di tingkat kecamatan," tandasnya.

4 Parpol Setuju

Tiga partai politik pengusung pasangan Anies-Muhaimin (Amin) sepakat ikut dalam gerakan hak angket kecurangan pemilu yang diinisiasi PDI Perjuangan. Per hari ini, total empat Parpol menyatakan siap menggelar hak angket kecurangan pemilu: PDIP, NasDem, PKB, dan PKS.

"Kami sudah evaluasi, termasuk hak angket yang diusung Pak Ganjar Pranowo. Kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan (hak) angket. Kita sudah siap datanya. Kami menunggu PDIP untuk langkah selanjutnya," ujar Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim dalam konferensi pers di NasDem Tower, Kamis (22/2).

Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang, atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam aturan perundang-undangan, disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima (25) orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikannya.

Jika hak angket kecurangan pemilu yang diinisiasi oleh PDI Perjuangan ini benar diajukan, di atas kertas, besar kemungkinan hak angket kecurangan pemilu dapat dilakukan. 

Menilik komposisi parlemen yang ada saat ini, bila PKB, NasDem dan PKS mengikuti langkah PDIP ini, maka total suara yangendukung hak angket DPR RI ini sebesar 51,31% atau telah 50+1%. 

Berikut komposisi keempat parpol 

PDI Perjuangan 128/575 kursi (22,26%)
PKB 58/575 kursi (10,09%)
NasDem 59/575 kursi (10,26%)
PKS 50/575 kursi (8,70%)

Di sisi lain, awal pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) 2019-2024, diketahui sudah didukung 7 parpol parlemen yakni PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PPP, dan PAN. Demokrat menjadi parpol ke-8 yang berikrar setia mendukung arah pembangunan Jokowi.

Namun bilamana diakhir masa jabatannya 4 parpol memutuskan untuk pamit menjadi oposisi, maka komposisi partai politik yang mendukung pemerintahan Jokowi hanya akan menjadi sebagai berikut di Parlemen:

Golkar 85/575 kursi (14,77%)
PPP 19/575 kursi (3,30%)
Gerindra 78/575 kursi (13,57%)
PAN 44/575 kursi (7,65%)
Demokrat 54/575 kursi (9,39%)

Sehingga total suara di parlemen hanya tersisa 48,68% dari sejumlah parpol yang tidak atau belum menentukan sikap terhadap hak angket. (wan)