Apa Kabar Kasus Suap Mantan Wali Kota Suyuti oleh Summarecon Agung?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Juli 2022 14:16 WIB
Jakarta, MI - PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) tersangkut perkara dugaan suap terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti terkait pengurusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton di Yogyakarta. Kasus ini sudah memasuki satu bulan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan operasi tangkap tangan terhadap mantan Wali Kota dua periode itu, pada hari Kamis (2/6/2022). Lalu sampai dimana proses kasus ini berjalan? Keterlibatan PT Summarecon Agung ini ditandai dengan ditetapkannya Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk. Oon Nusihono (ON) sebagai tersangka. Oon Nusihono (ON) merupakan pihak yang ikut ditangkap saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Yogyakarta, Kamis siang (2/6/2022). Ia ditangkap di rumah dinas Wali Kota Yogyakarta saat memberikan uang suap sekitar 27.258 dolar Amerika Serikat terkait perizinan mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton. Sementara, Haryadi Suyuti merupakan Wali Kota Yogyakarta selama dua periode, yakni 2011-2016 dan 2017-2022. Sebelum itu, dia menjabat sebagai Wakil Wali Kota Yogyakarta pada tahun 2006-2011. Haryadi baru saja purnatugas sebagai Wali Kota Yogyakarya pada 22 Mei 2022. Dia digantikan oleh Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi. Haryadi diduga terlibat praktik suap pengurusan izin mendidikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton. Haryadi Suyuti dilaporkan menerima sejumlah uang dari PT Summarecon Agung (SA) melalui orang kepercayaannya yang bernama Triyanto Budi Yuwono (TBY). Dugaan penyuapan tersebut berawal saat Oon Nusihono selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk mengajukan permohonan IMB untuk Apartemen Royal Kedhaton melalui Dirut PT Java Orient Property Dandan Jaya K pada tahun 2019. IMB yang diajukan mengatasnamakan PT Java Orient Property yang merupakan anak perusahaan dari PT Summarecon Agung Tbk. Apartemen yang akan dibangun berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta. "Diduga ada kesepakatan antara ON dan HS, antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB," papar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). "Dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," ucap dia. Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan beberapa ketidaksesuaian. Di antaranya ada ketidaksesuaian dasar aturan, khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan. "HS yang mengetahui ada kendala tersebut kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan," tutur Alex. Pada Kamis (2/6/2022), tim KPK dibagi dua menuju lokasi yang berbeda untuk mengamankan pihak-pihak yang diduga telah melakukan pemberian dan penerimaan uang. Pemberian uang tunai dalam bentuk mata uang masih dilakukan di Rumah Dinas Jabatan Kota Yogyakarta. Uang itu diterima langsung oleh Triyanto yang diberikan oleh Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung. Di Yogyakarta, tim KPK mengamankan Haryadi Suyuti, Nurwidhihartana (Kepala Dinas Penananaman Modal dan PTSP), Triyanto Budi Wuyono (ajudan pribadi Haryadi), dan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono. Sementara di Jakarta, tim KPK mengamankan staf dari PT SA Tbk. Adapun dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar 27.258 dollar AS yang dikemas dalam goody bag. Diduga tak hanya terima suap untuk 1 IMB Haryadi ditetapkan sebagai tersangka terkait penerimaan suap untuk penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton milik anak usaha PT Summarecon Agung (SA) Tbk. Namun, KPK menduga, Haryadi Suyuti juga menerima suap dari penerbitan IMB lain di wilayah Yogyakarta selama menjabat. "Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya," ujar Alex. Namun, Alex belum memastikan berapa banyak pengurusan penerbitan IMB yang diduga "dikawal" oleh Haryadi. "Korupsi perizinan mengakibatkan ongkos produksi menjadi lebih tinggi, dan dampaknya adalah harga yang harus ditanggung masyarakat sebagai konsumen menjadi lebih mahal," tutur dia. Alexander juga mengatakan, praktik korupsi di sektor perizinan mengakibatkan persaingan bisnis menjadi tidak sehat. Perizinan menjadi salah satu modus korupsi terbanyak yang ditangani KPK. "Oleh karenanya, kami memberikan fokus khusus dalam upaya pencegahannya," kata Alexander. Selain itu, KPK menelusuri keterlibatan korporasi TP Summarecon Agung Tbk dalam kasus tersebut. Alexander menjelaskan, apabila uang suap yang diberikan Oon kepada Haryadi itu merupakan kebijakan korporasi, Summarecon Agung diduga terlibat. "Kalau itu sudah menjadi kebijakan korporasi, ya misalnya korporasi menyetujui ada untuk memberikan imbalan atau sesuatu kepada pejabat dalam pengurusan perizinan, ya berarti kan korporasi terlibat ya dalam proses penyuapan," tuturnya. Alexander mengatakan, jika pihak direksi mengetahui peruntukan dari dana yang diberikan oleh Oon itu, korporasi bisa terlibat dalam kasus suap eks Wali Kota Yogyakarta itu. Dalam kasus ini KPK sendiri telah menetapkan empat tersangka, bahkan KPK juga telah memperpanjang masa penahanan tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta itu hingga 1 Agustus 2022 untuk kebutuhan melengkapi alat bukti. “Untuk kebutuhan melengkapi alat bukti maka tim penyidik KPK telah memperpanjang masa penahahan tersangka HS dkk untuk waktu selama 40 hari ke depan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (29/6). Empat tersangka itu adalah mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), sekretaris pribadi merangkap ajudan Triyanto Budi Yuwono (TBY), dan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk. Oon Nusihono (ON). Tersangka Haryadi saat ini ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Nurwidhihartana di Rutan Polres Jakarta Pusat, Triyanto Budi Yuwono di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, dan Oon Nusihono di Rutan KPK pada Kavling C1. Adapun pasal yang disangkakan dalam kasus ini adalah sebagai berikut: Oon Nusihono sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Sedangkan Haryadi Suyuti, Triyanto Budi Wuyono, dan Nur Widihartana sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Topik:

KPK Suap Haryadi Suyuti Summarecon Agung