Kabar Duka! Pantur Silaban Fisikawan Berdarah Batak Meninggal Dunia

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 3 Agustus 2022 08:15 WIB
Jakarta, MI - Pantur Silaban sang fisikawan berdarah batak dan sekaligus guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), meninggal dunia di usia 84 tahun pada Senin (1/8) di Rumah Sakit Santosa, Bandung. Ketua Forum Guru Besar ITB yang juga mantan muridnya, Freddy Permana Zen, mengenangnya sebagai sosok ilmuwan yang konsisten, serius, sekaligus humoris. “Dia baik orangnya,” kata Freddy, Senin (1/8). Jenazah Pantur Silaban kini disemayamkan di rumah duka Jalan Industri 21 Bandung. Sebelum dimakamkan di San Diego Hills lusa, ITB akan melakukan prosesi pelepasan jenazah purnabakti Guru Besar Kelompok Keahlian Fisika ITB Teoritik Energi Tinggi itu. Pimpinan ITB menyampaikan duka cita mendalam. Freddy mengatakan Pantur Silaban, masih suka datang ke ruangannya di ITB meskipun telah pensiun untuk melakukan riset. Namun, sejak pandemi Covid-19 lalu aktivitas itu berhenti. “Beliau konsisten riset di bidang fisika teoritik walau tidak ada dana untuk riset itu,” ujar Freddy. Lulus dari Fisika ITB pada 1964, Pantur menjadi dosen di almamaternya lalu melanjutkan studi pada 1967 di Syracuse University, New York, untuk belajar tentang teori Relativitas Umum yang dikenalkan Albert Einstein. “Di Indonesia jarang yang menekuni bidang ini,” ucap Freddy. Pantur sebagai doktor pertama di bidang yang mendalami teori relativitas Einstein di Indonesia. Freddy mengatakan banyak orang yang suka soal teori relativitas umum Einstein, namun susah dipelajari. Karena itu baginya sosok Pantur Silaban layak menjadi teladan. Pada 2009, Pantur Silaban mendapat penghargaan Achmad Bakrie Award di bidang sains. Sekilas tentang Prof Pantur Silaban PhD Pantur Silaban lahir di Sidikalang, Sumatera Utara 11 November 1937. Beliau merupakan putra dari Israel Silaban dan Regina br Lumbantoruan. Pantur belajar ilmu fisika pertama kali di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selesai kuliah di Bandung, beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Syracuse, Amerika Serikat. Di universitas rangking 54 dunia tersebut, ia diterima di Pusat Kajian Gravitasi dengan mentor Peter Gabriel Bergmann dan Joshua N. Goldberg. Ketekunannya sebagai fisikawan mungkin tidak pernah lepas dari Albert Einstein, penemu Teori Relativitas. Beliau pun menjadi orang Indonesia pertama yang mempelajari teori menghebohkan sains dunia tersebut. Pada tahun 1995, beliau menjadi profesor penuh di ITB kemudian pada bulan November 2002 saat menginjak usia 65 tahun ia memutuskan untuk pensiun. Berkat kontribusinya di bidang sains khususnya fisika, Freedom Institute-Pusat Studi Demokrasi, Nasionalisme, dan Ekonomi Pasar memberi dia penghargaan Achmad Bakrie tahun 2009. Karena selama ini, ia mendalami dunia fisika khususnya alam, ia merasa bahwa dirinya semakin dekat dengan Tuhan. Namun, ketika mendapat penghargaan Achmad Bakrie, dia cukup terkejut sebab merasa tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan Tuhan. Sebagai seorang doktor alumnus Universitas Syracuse, beliau pernah mengatakan, 'Anda tahu Syracuse itu universitas orang Yahudi. Hanya ada dua jenis manusia yang diterima di sini. Kalau bukan Yahudi, ya pasti orang pintar. You tahu saya bukan orang Yahudi'.
Berita Terkait