Surealisme Kontemplatif Ala Susilo Budi

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 31 Desember 2023 15:20 WIB
Susilo Budi Purwanto dan karyanya yang berjudul " Pencinta Tanaman" (Foto: Dok MI)
Susilo Budi Purwanto dan karyanya yang berjudul " Pencinta Tanaman" (Foto: Dok MI)

SUSILO BUDI PURWANTO adalah sosok pelukis kelahiran Magelang tahun 1966, yang sekarang menetap di Yogyakarta, di daerah Sidoarum, Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. 

Susilo pelukis berpendidikan formal pada jurusan seni lukis di FSRD ISI Yogyakarta, angkatan tahun 1985.Berkat kerja sama antara komunitas seni budaya Kampoeng Semar dan Balai Budaya, karya-karya Susilo Budi Purwanto bisa dihadirkan di Balai Budaya, sebagai pameran tunggalnya yang kedua setelah pameran perdananya di Bentara Budaya, Yogyakarta.

Puluhan karya berukuran sedang dan kecil menghiasi dinding -dinding Balai Budaya dengan konsep dan imajinasi visual yang cukup menarik. Teknis melukis realis dengan cat minyak, sangat menunjang untuk menuju "Sur"-realis-nya/realis yang dilebih -lebihkan hingga punya makna dalam karya tersebut.

Surealisme Kontemplatif yang Bermakna 

Di Indonesia pelukis yang beraliran surealisme hampir bisa dihitung dengan jari sebelah tangan, misalnya Amang Rahman, Lucia Hartini, Ivan Sagita.
Karya - karya surealisme Susilo Budi yang "hadir" di Balai Budaya, tampil dengan dua tema. 

Pertama tema tentang wayang, di mana dalam cerita pewayangan selalu ada "pakem" yang sudah ada sejak dulu hingga sekarang, namun secara visual, di tangan seorang Susilo Budi, menjadi sebuah tema ekspresi melukis yang "tidak pakem", artinya Susilo tetap merasa bebas dalam memvisualkannya sesuai imajinasi dan fantasinya yang kaya. 

Memang beberapa karya yang bertemakan wayang, ada menghiasi pada sebuah buku karya Romo Sindunata yang berjudul "Anak Bajang Mengayun Bulan". 

Misalnya karyanya yang berjudul " Peperangan antara Rahwana vs Sumantri", secara tersirat kita bisa membaca pertarungan itu sebagai pertarungan" antara Angkara murka dan kebaikan" (Rahwana simbol Angkara murka atau kejahatan, sementara Sumantri sebagai sosok ksatria simbol kebaikan dan kebenaran. 

Makna atau pesan yang disampaikan penuh rasa Kontemplatif, perenungan pada makna nilai-nilai kemanusiaan antara kebaikan dan kejahatan bisa tersampaikan dengan baik, meski pun setiap orang bisa punya interpretasi yang tidak sama dalam menghayati lukisan Susilo. 

Susilo juga mengakui kalau lukisannya yang bertema wayang, itu bisa saja disebut sebagai karya yang ilustratif, tetapi no problem bahwa karya Susilo tetap utuh sebagai sebuah karya lukisan, manakala bahwa itu nantinya difungsikan sebagai ilustrasi tidak masalah.

Tema yang kedua adalah tentang "ekspresi kepala manusia" di mana Susilo bisa terlihat bebas semaunya memvisualkan, menciptakan metafora visual atau simbol-simbol gambar yang cerdas. Misalnya karya yang berukuran kecil berjudul "Sketchser", dilukiskan kepala manusia yang dalam potongan di rongga otaknya, di atasnya ada sebuah pena.

Atau lukisan yang berjudul " Pencinta Tanaman", divisualkan secara surealisme, sosok dirinya yang terlihat bahagia sedang membawa pohon bunga melati dalam sebuah pot, namun batangnya ke luar merasuk  ke dalam jiwa dan raganya. Secara tersirat bahwa mencintai tanaman secara tulus adalah juga mencintai kehidupan pada umumnya . 

Apalagi mencintai serta merawat tanaman dengan baik,  nantinya pohon akan berbunga bahkan bisa sampai berubah dan bermanfaat. Hal ini bisa dikonteks-kan juga pada metafora manusia yang merawat pikiran dan jiwa raganya dengan baik, pasti juga akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi dirinya mau pun bagi orang lain.

Untuk menikmati karya-karya Susilo Budi, mau tidak mau kita "digiring" untuk ikut merenungkan konsep dan  gagasan-gagasan  imajinasinya yang penuh makna "berkedalaman", bukan sekedar lukisan surealisme dengan gambar-gambar yang tampil waton aneh. 

Karyanya lebih merupakan pantulan atau refleksi dari nilai-nilai kehidupan manusia secara umum. Maka pantaslah dan sangat tepat, bahwa pameran ini oleh Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana (owner Kampoeng Semar) disebutkan bertajuk REFLEKSI , yang seolah -olah tepat sebagai "refleksi" kehidupan manusia dalam pergantian tahun dari 2023 ke 2024.

Pameran berlangsung dari tanggal 29 Desember 2023 sampai dengan 5 Januari 2024.

(Gatot Eko Cahyono/Pengamat Seni)

Berita Terkait