Catatan Pameran Tunggal Chryshnanda Dwilaksana: "TAKSU, Bahagia Sehat Jiwa Raga"

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 Juli 2024 00:19 WIB
Karya CDL berjudul: Notredam, akrilik di kanvas, 120 x150 Cm, 2019.
Karya CDL berjudul: Notredam, akrilik di kanvas, 120 x150 Cm, 2019.

Jakarta, MI - Nama Chryshnanda Dwilaksana , yang sering disingkat dalam tanda tangan di karya lukisnya, CDL), dalam percaturan seni lukis Indonesia, bisa dikatakan sebagai 'pendatang baru' yang mulai mengukir nama dan mulai naik daun . 

Hal ini tentu wujud dari refleksi sebuah proses perjalanan yang panjang , sejak dari remaja menyukai/ hobi corat-coret dan pernah ikut bergabung dalam sebuah sanggar lukis di kota asalnya, Magelang, hingga suka menggambar kartun di masa masih pendidikan di Akpol Semarang hingga lulus 1989.

Dalam perkembangan karirnya yang melejit, sosok jendral polisi (56) bintang dua yang sekarang menjabat Kasempim Lemdiklat Polri di Lembang, Bandung, Jawa Barat ini, dalam karir pendidikan formalnya hingga mencapai gelar Irjen Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana M.Si, adalah sosok yang dibilang sebagai seorang yang 'kutu buku' dan menyukai kegiatan, sekaligus sebagai pelaku seni budaya dan pariwisata di Indonesia.

Selain menjabat Kasempim Lemdiklat Polri, juga menjadi guru besar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, yang belum lama ini menerima penghargaan sebagai dosen terbaik.

CDL sebagai sosok 'kutu buku' hal ini dibuktikannya dengan mengarang sebuah kah buku, salah satunya berjudul 'Art Policing' (2020), juga mendirikan 'Masdarwis' (Masyarakat Sadar Wisata), juga pendiri dan pimpinan komunitas seni budaya Kampoeng Semar, membuat literasi digital melalui acara mingguan diskusi seni budaya secara online hingga lebih dari 100 episode, terdiri dari berbagai nara sumber mulai dari seniman, praktisi seni dari berbagai bidang. 

Hingga kini di sela pekerjaan kedinasan di Kasespim Lemdiklat Polri, masih bisa menyempatkan mengajar menjadi dosen, melukis dan menulis berbagai tema secara konsisten. 

Hal ini dibuktikan dengan banyak menulis artikel dan menerbitkan buku, juga puluhan kali pameran tunggal lukisan.

ABSTRAK EKPRESSIONISME

Style atau gaya CDL dalam melukis lebih condong ke abstrak ekspressionisme dengan material akrilik di kanvas. Ekspresi visual melalui sabetan kwas yang spontan berani dan lugas terasa akrab dan terlatih secara konsisten, yang kadang disisipkan ada sosok bentuk simbol sebuah binatang atau figur manusia yang dipadu dengan teknik sabetan kwas yang "bat-bet, srat-sret" dengan sengaja dibiarkan cairan akrilik di kanvas "ndlewer-ndlewer" hingga malah menambah nuansa artistik pada karyanya. 

Kejujuran wujud dari kegelisahan suara jiwa yang selalu gelisah, pengendapan dari olah rasa dan pikir yang selalu dinamis.

Tak sekedar teknis semata, namun ada ungkapan ekspresi dari karya CDL sebagai esensi dari sebuah bahasa rupa atau semiotika rupa yang bisa dipahami dengan kecerdasan olah rasa. 

Karya CDL secara visual adalah wujud kreativitas dari kebebasan dan keberanian mewujudkan berbagai imajinasi.

Kreativitas olah pikir dan olah rasa dibalik visual karya, tak bisa dilepaskan dari sebuah pengalaman, pengendapan pemikiran perenungan fenomena yang terjadi di masyarakat, sosial, politik mau pun sisi kemanusiaan. 

Maka CDL tak terlihat sulit untuk melukis dengan tema apa pun, karena secara teknis sudah ketemu 'slah'-nya. Bahkan secara teknis, CDL bisa melukis secara spontan tidak perlu memerlukan waktu lama berhari-hari, tetapi bisa diselesaikan secara ekspres dalam hitungan menit.

ESENSI TAKSU

I Made Pasek Subawa dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) dalam jurnal ilmiah pariwisata, agama dan budaya, nomor 1 2018, dikatakan bahwa: "Masyarakat Bali meyakini di Bali pada umumnya yakin dan percaya bahwa taksu adalah kekuatan suci dari Tuhan yang dapat membangkitkan dan meningkatkan daya kreativitas, inteligensia, serta kemampuan intelektual seseorang, yang dihubungkan pula dengan ke-Mahaesaan Tuhan". 

Hal ini tentu juga berlaku pula kepada pelaku seni, termasuk para seniman. 

Taksu adalah sebuah spirit, energi, sebuah kekuatan dari dalam manusia secara abstrak, pada aktifitas sosial dan religiusitas dalam dinamika kehidupan masyarakat Bali khususnya.

Melihat karya dari sejumlah karya CDL ( 135 karya) yang dipamerkan di Arma (Agung Rai Museum of Art) di Ubud, Bali, 4-14 Juli 2024, perlu menyelami dengan pengamatan kecerdasan olah rasa. 

Misalnya pada karya yang berjudul "Notredam", yang benar-benar terlihat abstrak penuh warna dengan sabetan kwas secara berani dan spontan dengan komposisi yang terlihat harmonis, ada kontras, dan penguncian dengan warna hitam, ditambah nuansa 'dleweran' akrilik yang cair. 

Karya ini tentu bisa dinikmati dirasakan dengan sangat subyektif, bisa saja karya abstrak ini secara visual seperti simbol rupa kota Notredam yang dilihat dari udara atau pemetaan foto dari udara dengan satelit, misalnya, bisa saja . 

Atau ekspresi responsif opini dari CDL melalui wujud simbolisasi bahasa rupa dari kota tersebut.

Lepas dari bebas untuk beropini melihat dan merasakan karya tersebut, yang esensi utamanya adalah keberanian dan kebebasan CDL dalam mengungkapkan imajinasi dalam karya rupanya. 

Karena inti proses kreatif dari para seniman salah satunya adalah sebuah kebebasan (dalam teknis mau pun gagasan atau konsep).

Maka dari itu pameran CDL yang bertajuk "TAKSU Bahagia Sehat Jiwa Raga", ini tepat digelar di ARMA (Agung Rai Museum of Art) Ubud, Bali, menjadikan sebuah 'jembatan' dialog antara karya CDL dengan masyarakat Bali pada umumnya yang sudah sangat akrab dengan Taksu sebagai dasar hidup kegiatan di semua bidang, termasuk kreativitas dan aktifitas di ranah bidang seni. 

Pameran yang dikuratori oleh Anak Agung Gede Rai ini, berlangsung dari 4-14 Juli 2024.

[Gatot Eko Cahyono, kartunis, jurnalis dan pengamat seni alumni FSRD ISI Yogyakarta]

Berita Terkait