TPPO Magang ke Jerman, Pakar Pendidikan: Kampus Tidak Mungkin Dibodohi

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 29 Maret 2024 06:51 WIB
Puluhan mahasiswa Universitas Halu Uleo foto bersama di Bandara Soekarno-Harta saat akan berangkat ferienjob ke Jerman (Foto: Istimewa)
Puluhan mahasiswa Universitas Halu Uleo foto bersama di Bandara Soekarno-Harta saat akan berangkat ferienjob ke Jerman (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Bareskrim Polrii tengah mengusut kasus dugaan Tidak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang (ferienjob) ke Jerman. Total ada 1.047 mahasiswa diberangkatkan ke Jerman melalui program magang ilegal ini.

Pihak kepolisian mengimbau pihak kampus tidak mudah tergoda tawaran program magang mengeklaim sebagai program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Namun, praktisi pendidikan, sekaligus Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Itje Chodijah, menegaskan bahwa pihak kampus harus bertanggung jawab dalam kasus TPPO berkedok magang yang kemudian merugikan mahasiswa itu.

Pasalnya, Itje mengatakan perguruan tinggi merupakan institusi terpercaya alias center of excellence yang seharusnya dapat menjamin hak dan keamanan mahasiswanya. ”Artinya kalau sampai mereka tidak mengerti, itu seolah-olah dibodohi. Untuk tingkat dosen di perguruan tinggi, terlalu naif kalau mengatakan mereka dibodohi,” ujar Itje dikutip pada Jum'at (29/3/2024).

Itje menyayangkan terjadinya kasus ini, karena menurut dia hal ini menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia merupakan bangsa yang ”bisa dikibulin” dengan iming-iming magang di negara Eropa, seperti yang terjadi dengan program Ferienjob. Dengan terjadinya kasus ini, ia mengatakan kampus telah kehilangan kepercayaan mahasiswa.

”Jangan sampai anak-anak muda kita yang ingin berprestasi, kemudian dikibulin seperti itu, bayangkan sudah rugi biaya, rugi waktu, rugi mental dan tenaga. Dan secara moral terganggu,” beber Itje.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini, Polri membongkar kasus TPPO bermodus magang atau ferien job di Jerman. Dalam kasus ini setidaknya ada sekitar 1.047 mahasiswa menjadi korban dan 33 kampus terlibat.

Kampus-kampus itu bekerja sama dengan sebuah perusahaan yakni PT SHB untuk mengirim mahasiswa mereka ke Jerman lewat modus program magang Kampus Merdeka. 

PT SHB selaku perekrut mengeklaim programnya bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). 

Padahal program perusahan PT SHB ini tidak termasuk dalam program MBKM Kemendikbud Ristek.  Selain itu, Kemenaker RI juga menyampaikan bahwa untuk PT SHB tidak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) di data base mereka. 

Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, TPPO magang ke Jerman adalah kasus baru di Indonesia. "Kami menyidik modus baru ini, baru kita dapatkan yaitu dengan merubah program yang tidak ada hubungannya dengan program yang ada di Indonesia yang dianggap sebagai resmi dalam proses resminya itu banyak yang ditawarkan ataupun memalsukan keadaan," ungkapnya. 

Selain itu, menurut Djuhandhani, sejumlah jajaran polda yakni Polda Jambi, Polda Sumatera Selatan, dan Polda Sulawesi Selatan juga turut mengusut kasus serupa. "Ada beberapa polda yang saat ini sedang melaksanakan penyelidikan maupun penyidikan terkait kasus serupa," kata Djuhandhani.

Tersangbka

Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebanyak dua orang di antaranya berada di Jerman selaku agen program magang yang terafiliasi dengan PT SHB, dan PT CVGEN yang menyosialisasikan program magang ke Jerman kepada ribuan mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia.

Kedua tersangka di Jerman itu berinisial ER alias EW (perempuan), 39; dan A alias AE (perempuan), 37. Sejatinya, kedua tersangka ini dipanggil untuk kedua kalinya datang ke Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 27 Maret 2024.

Namun, mereka belum panggilan penyidik. Polisi akan memasukkan keduanya ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

Sementara itu, tiga tersangka lainnya berada di Indonesia dan bekerja di universitas yang mengirimkan mahasiswa megang ke Jerman. Ketiganya adalah SS (laki-laki), 65); AJ (perempuan), 52; dan MZ (laki-laki), 60.

Meski berada di Indonesia, para tersangka tidak ditahan dengan pertimbangan penyidik. mereka hanya dikenakan wajib lapor. 

Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Lalu Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.