Karut Marut Satgas Menteri Bahlil: Keppres Langkahi UU Minerba?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Maret 2024 13:20 WIB
Ilustrasi - Pertambangan di Indonesia (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Pertambangan di Indonesia (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Pada 6 Januari 2022 lalu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan, pemerintah mencabut 2.078 izin perusahaan pertambangan minerba karena tidak pernah menyampaikan rencana izin kerja yang sudah bertahun-tahun diberikan tetapi tidak pernah dikerjakan. 

"Ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Untuk mewujudkan penataan penggunaan lahan secara berkeadilan, perizinan berusaha, termasuk untuk pertambangan, perkebunan, pengusahaan hutan, hingga peningkatan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan SDA, pemerintah menilai diperlukan langkah yang terkoordinasi antarkementerian atau lembaga. 

Berangkat dari alasan itulah, pemerintah membuat Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. 

Pembentukan satgas tersebut sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang diteken Jokowi pada 20 Januari 2022. Satgas tersebut terdiri dari ketua, wakil ketua, anggota pelaksana, dan sekretariat.

Satgas ini dibentuk mengacu Peraturan Presiden (Perpres) No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Presiden Jokowi meneken Perpres itu pada 16 Oktober 2023.

Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi diketuai oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang saat ini dijabat oleh Bahlil Lahadalia. Kemudian, bertindak sebagai wakil ketua adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Dengan Keppres itu, maka Bahlil memiliki kewenangan untuk mencabut IUP bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria. Perihal izin usaha pertambangan, padahal, biasanya menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian ESDM.

Namun begitu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai ada tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Investasi/BKPM dan Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) soal perizinan usaha tambang hingga mencabut dan menghidupkannya lagi.

Kementerian ESDM-lah yang seharusnya menjadi instansi yang mempunyai kewenangan memberi dan mencabut IUP atas landasan hukum Undang-undang (UU) No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Tambang ini kan memang melibatkan sektor kementerian/lembaga, seharusnya memang duduk bareng gitu loh. Tidak bisa kemudian atas nama Investasi memudian mengabaikan sektor-sektor teknis lainnya gak bisa gitu juga," kata Manager Riset di Sekretariat Nasional Fitra, Badiul Hadi kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (8/3/2024).

Keppres, dinilainya, hanya teknis meskipun ada kekuatan hukumnya, tetapi harus mengacu kepada mekanisme aturan diatasnya. Seberapa besar inpek yang dihasilakan dari Keppres itu. "Keppres itu juga perlu dilihat kembali seperti apa kewenangannya".

Badiul menilai ada problem di Keppers itu. Apalagi Komisi VII DPR akan memanggil Bahlil ke forum rapat kerja pada pertengahan Maret ini. Bahlil akan dipanggil dalam dugaan penyelahgunaan wewenang terkait pencabutan dan pengaktifan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP). DPR juga akan mempertemukan Bahlil dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja yang sama.

"Ini artinya ada problem disitu," tegasnya.

Selain itu, problemnnya, apakah Kementerian Investasi melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pedesaan (Kemendes)? "Kemarin itu kan perbincangan soal tambang, bahwa tambang di desa ya, Kementerian Desa juga tidak pernah diajak ngobrol serius tentang perizinan-perizinan itu," bebernya.

Maka, kata dia, ini artinya koordinsasi di level pemerintah pusat, di level kementerian ini mencerminkan adanya keburukan koordinasi. "Seolah-olah tidak ada koordinasikan, ego dimasing-masing sektoral. Dan jangan sampai kemudian menjadi bumerang di level masyarakat, inikan dampaknya ke masyarakat juga," jelas Badiul.

Ini yang paling penting, tambah dia, bahwa koordinasi lintas kementerian/lembaga itu harus diperkuat. "Terutama ini isu-isu sensitif yang berdampak ke lingkungan kemudian ke masyarakat yang secara langsung," tandasnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Kurnia Zakaria menyatakan bahwa batas-batas kewenangan atau tumpang tindih itu harus dikembalikan kepada keppres dan perpres satgas investasi. "Keppres itu kan dari presiden, maka semua menteri tunduk, termasuk Bahlil," katanya kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (8/3/2024).

Bahlil Tak Berhak Cabut Hidupkan IUP!

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengungkapkan beberapa anggota Komisi VII mendapat laporan bahwa ada 2.000 lebih IUP yang dicabut dan sekitar 90 IUP kembali diaktifkan. Dia mengatakan proses pengaktifkan kembali IUP tersebut berbelit-belit dan memunculkan kecurigaan. 

"Raker sudah diagendakan, tengah bulan Maret ini," kata Mulyanto kepada wartawan, dikutip pada Jum'at (7/3/2024). 

Dia menilai Bahlil tak memiliki kewenangan untuk memberikan dan mencabut izin tambang. "Menteri yang berwenang memberikan dan mencabut izin terkait tambang adalah Menteri ESDM bukan Menteri Investasi," tegas Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Kementerian Investasi sejatinya merupakan mitra kerja dari Komisi VI DPR. Kendati Bahlil menerima jabatan ad hoc sebagai Kepala Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, posisi formalnya merupakan Menteri Investasi. 

Mulyanto menegaskan Komisi VII juga dapat melakukan pemanggilan terhadap Bahlil. "Kalau beliau berbesar hati sebagai negarawan, tentu hadir. Menteri lain juga hadir bila diundang," kata Mulyanto. 

Sikap serupa juga disuarakan oleh Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto. Sugeng mengaku mendapat kabar dugaan penyimpangan, seperti adanya praktik pembayaran atau permintaan saham perusahaan untuk menghidupkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit. "Kami akan segera panggil Pak Bahlil," kata Sugeng dalam siaran pers, dikutip Jum'at (8/3/2024). 

Politikus Partai Nasdem ini menilai bahwa pembentukan Satgas itu mencederai tata kelola pemerintahan. Pasalnya tupoksi Satgas tersebut dalam mengevaluasi IUP milik perusahaan melampaui tugas milik tiga kementerian. "Kami sudah sejak awal tidak setuju yang namanya satgas. Kami kembalikan kepada ini semula," ujar Sugeng.

Apa saja tugas Satgas itu?

Berdasarkan Pasal Keppres Nomor 1 Tahun 2022, Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi memiliki delapan tugas sebagai berikut:

Memetakan pemanfaatan lahan bagi kegiatan pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan sebagai akibat dari pencabutan Izin Usaha Pertambangan, Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan, dan Izin Konsesi Kawasan Hutan;

Memberikan rekomendasi kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan, Hak Guna Usaha/Hak Guna Bangunan untuk sektor perkebunan, dan Izin Konsesi Kawasan Hutan;

Menetapkan kebijakan pemanfaatan atas lahan yang perizinannya sudah dicabut; 

Melakukan klasifikasi lahan dan menetapkan peruntukan lahan secara berkeadilan dalam upaya memberikan nilai manfaat bagi kesejahteraan rakyat;

Memberikan fasilitas dan kemudahan perizinan berusaha bagi badan usaha milik desa/daerah, organisasi/kelompok masyarakat, usaha kecil menengah di daerah, serta koperasi untuk mendapatkan peruntukan lahan;

Memberikan kesempatan kepada pelaku usaha baru untuk mendapatkan peruntukan lahan Melakukan koordinasi dan sinergi dalam pemanfaatan lahan dan penataan investasi bagi kesejahteraan rakyat; 

Sementara itu, Pasal 9 Keppres Nomor 1 Tahun 2022 mengamanatkan agar Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi melaporkan pelaksanaan tugas kepada Presiden paling sedikit satu kali dalam tiga bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. (wan)