Sikapi Skandal Poligami Jaksa Agung, DPR Jangan seperti Buzzer

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 8 November 2021 13:52 WIB
Jakarta, Monitorindonesia.com - DPR diminta tidak seperti buzzer menyikapi skandal poligami Jaksa Agung. Politisi di parlemen diharapkan bersikap kritis bila perlu mendorong Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk dievaluasi lantaran integritasnya diragukan. Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, sikap Komisi III DPR yang terkesan defensif menyikapi persoalan integritas Burhanuddin malah menguatkan asumsi pengawasan DPR periode sekarang ini buruk. Pengawasan dilakukan tidak objektif dalam menyikapi persoalan yang muncul belakangan ini. “Kita tahu jabatan Jaksa Agung itu rebutan partai politik (parpol), sehingga posisi Jaksa Agung itu menjadi politis. Akhirnya relasi yang terbangun antara Jaksa Agung dengan Komisi III DPR adalah relasi politis,” kata Lucius, Senin (8/11/2021). Lucius mengungkapkan hal itu menanggapi sikap dua pimpinan Komisi III DPR yakni Ahmad Sahroni dan Pangeran Khairul Saleh yang mengecilkan laporan skandal poligami Burhanuddin ke KASN dengan menyebutnya fitnah. Padahal laporan tersebut menunjukkan data pelanggaran disiplin etika PNS bahkan pemalsuan catatan kependudukan yang dilakukan Burhanuddin sewaktu menikahi koleganya sesama jaksa yang masih aktif hingga kini. Ahmad Sahroni dan Pangeran meyakini laporan pelanggaran etika terkait poligami Jaksa Agung sebatas isu yang sengaja dihembuskan sebagai bentuk serangan atas kinerja Jaksa Agung selama ini. Namun kedua politisi itu tidak menunjukkan data yang memperkuat anggapan mereka bahwa laporan atas skandal tersebut merupakan fitnah. Lucius menilai, Komisi III DPR sepatutnya menyikapi persoalan ini secara serius karena menyangkut integritas penuntut umum tertinggi.Terlebih, selain skandal ini, Jaksa Agung juga diduga memiliki ijazah palsu yang hingga kini belum diklarifikasi. “Minimal Komisi III menunjukkan sikap kritisnya menyikapi persoalan ini, bersikap objektif. Tidak seperti buzzer, yang menimbulkan kesan jangan-jangan karena parpol koalisi mereka jadi kompromi,” ujarnya. Menurut Lucius, DPR periode 2019-2024 masih memiliki persoalan serius menyangkut kinerja. Selain persoalan monitoring atau pengawasan, kinerja legislasi juga buruk karena baru merampungkan empat rancangan undang-undang (RUU) dalam tempo dua kali masa sidang. Sebagai perbandingan, DPR periode sebelumnya mampu merampungkan 16 RUU pada dua tahun pertama menjadi wakil rakyat. Begitu juga dengan kinerja monitoring yang setidaknya masih menunjukkan sikap kritis menyikapi kinerja mitranya. “Kalau periode sekarang terkesan ada ewuh pakewuh, tidak bisa kita harapkan untuk objektif. Seolah-olah Jaksa Agung dipasang untuk melindungi kepentingan politik parpol, maka sulit mengharapkan politisi akan menjadi netral,” keluh Lucius. Jaksa Agung telah dilaporkan melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Sipil ke KASN pada Kamis (4/11/2021). Sejauh ini Burhanuddin maupun Kejagung secara instansi belum memberi klarifikasi atau penjelasan terkait laporan itu. “Kalau DPR hanya menyikapi persoalan ini secara biasa maka membuktikan ada persoalan pengawasan di DPR yang tebang pilih,” lanjut Lucius.

Topik:

DPR Jaksa Agung Formappi Komisi III Buzzer