DPR Sahkan Perubahan Undang-Undang Kejaksaan, Terdapat 4 Poin Substansial

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 7 Desember 2021 17:53 WIB
Monitorindonesia.com- Dewan Perwwkilan Rakyat (DPR RI) resmi mengesahkan perubahan Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. Pengesahan diambil berdasarkan keputusan tingkat dua dalam rapat Paripurna DPR, Selasa, (7/12/2021). Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir menguraikan terdapat 4 poin yang menjadi substansi pembahasan dalam perubahan UU tersebut. Pertama, kata Adies, soal usia pengangkatan dan pemberhentian Jaksa. "Sebagai penyesuaian dengan pergeseran dunia pendidikan dan semakin cepat dalam menyelesaikan pendidikan sarjana sekaligus memberikan kesempatan lebih panjang. Panja menyepakati bahwa syarat usia menjadi jaksa paling rendah 24 tahun. Dan paling tinggi 30 tahun," ujar Adies menyampaikan pandangan dalam rapat paripurna tersebut. "Panja juga menyepakati pemberhentian Jaksa dengan hormat yang diubah pada pasal 12 UU ini dari sebelumnya menjadi 62 tahun menjadi 60 tahun," tambah Adies. Sedangkan perubahan kedua, lanjut Adies, terkait penegasan lembaga pendidikan khusus Kejaksaan untuk meningkatkan penguasaan SDM agar lebih profesionalisme dalam menjalankan tugas. "Kewajiban dapat diwujudkan melalui pembentukan lembaga pendidikan khusus kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan, profesi, keahlian, dan kedinasan," tegas Adies. Adies menerangkan, untuk perubahan ketiga ialah soal penugasan jaksa di instansi lain selain kejaksaan. Menurut Adies, hal ini merupakan pengalaman yang bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan wawasan baru. "Untuk mempermudah penugasan tersebut, revisi UU Kejaksaan mengakomodasi ketentuan tersebut," jelas Adies. Perubahan keempat, lanjut Adies, soal perlindungan jaksa dan keluarga. Jaksa dan keluarga kerap dianggap sebagai objek yang rentan mengalami ancaman dalam pelaksanaan tugas. "Dibutuhkan penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarga sesuai dengan standar perlindungan profesi jaksa yang diatur dalam internasional association prosecutor, mengingat Indonesia telah bergabung IAP pada 2006," papar Adies. Adies mengungkapkan, perubahan juga dilakukan dengan menambahkan beberapa ketentuan, yakni, Jaksa Agung diberhentikan sesuai  berakhirnya masa jabatan Presiden bersama-sama anggota kabinet. "Hal ini untuk menegaskan bahwa Presiden memiliki diskresi siapa saja yang memperkuat kabinet, salah satunya Jaksa," tandas Waketum Golkar ini.