LPSK Minta Polda Jabar Ungkap Dugaan Ekploitasi Ekonomi dalam Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Desember 2021 16:32 WIB
Monitorindonesia.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Polda Jabar mengungkap dugaan eksploitasi ekonomi dari kasus pencabulan 12 santriwati oleh Heri Irawan yang merupakan pemilik pondok pesantren di Bandung. "LPSK mendorong Polda Jabar dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," ujar Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania Iskandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021). Dia katakan, pada saat persidangan terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban perkosaan diakui Heri Irawan sebagai anak yatim piatu. Anak tersebut kemudian dijadikan alat untuk meminta dana kepada para donatur. "Ini tentunya perlu perhatian pula dari kita semua. Total ada delapan anak yang terlahir akibat kasus ini," katanya. Untuk itu Livia Istania mengingatkan anak-anak yang dilahirkan akibat kasus perkosaan juga harus mendapat perhatian dari pemerintah provinsi supaya tumbuhkembangnya bisa berjalan dengan baik dan tidak lagi dieksploitasi Heri Irawan. Selain itu, Livia Istania juga menduga Heri Irawan mengambil dana dari Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya untuk para korban. “Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunanannya tidak jelas. Para korban juga dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan sat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucapnya. LPSK sendiri memberikan perlindungan kepada 29 orang, dan 12 di antaranya anak di bawah umur yang terdiri atas pelapor, saksi atau korban, dan saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kota Bandung tentang dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak 17 November hingga 7 Desember 2021. LPSK kemudian mengingatkan berbagai kebutuhan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan agar mendapat perhatian. "Hal ini penting mengingat kebutuhan korban tentunya masih sangat banyak karena korban masih berusia anak," kata Livia. Sebelumnya, LPSK menemukan ada anak yang ditolak masuk ke sebuah sekolah karena yang bersangkutan adalah korban perkosaan. "Ini miris karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah," katanya.