Negara Kaya Kompak Hadang Potensi Rusia Menginvasi Ukraina

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 12 Desember 2021 11:44 WIB
Monitorindonesia.com -  Sejumlah negara demokrasi terkaya di dunia membentuk front persatuan melawan agresi Rusia terhadap Ukraina saat Inggris menjadi tuan rumah pertemuan para menteri luar negeri di Kota Liverpool kemarin. Pertemuan G7, yang dihadiri secara langsung oleh Menlu AS Antony Blinken dan rekan-rekannya dari negara Prancis, Italia, Jerman, Jepang, dan Kanada, terjadi di tengah kekhawatiran internasional bahwa Rusia dapat menginvasi Ukraina. Sementara itu, Rusia membantah merencanakan serangan apa pun. Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss bertemu Blinken pada Jumat malam waktu setempat di mana mereka menyatakan keprihatinan mendalam tentang penumpukan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina, menurut sebuah pernyataan kementerian tersebut. Setiap serangan oleh Rusia "akan menjadi kesalahan strategis yang akan menimbulkan konsekuensi serius," katanya. "Kita perlu membela diri terhadap ancaman yang berkembang dari aktor yang bermusuhan dan kita harus bersatu dengan kuat untuk melawan agresor yang berusaha membatasi batas kebebasan dan demokrasi," kata Truss kepada para menteri luar negeri pada awal pertemuan seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Minggu (12/12). "Untuk melakukan ini, kita perlu memiliki suara persatuan yang lebih kuat, katanya. Ukraina berada di pusat krisis dalam hubungan Timur-Barat setelah menuduh Rusia mengumpulkan puluhan ribu tentara dalam persiapan untuk kemungkinan serangan militer skala besar. Rusia menuduh Ukraina dan Amerika Serikat berperilaku tidak stabil, dan mengatakan bahwa mereka membutuhkan jaminan keamanan untuk perlindungannya sendiri. Washington mengirim diplomat topnya untuk Eropa, Asisten Menlu Karen Donfried ke Ukraina dan Rusia pada 13 hingga 15 Desember untuk bertemu dengan pejabat senior pemerintah. "Asisten Menlu Donfried akan menekankan bahwa kita dapat membuat kemajuan diplomatik untuk mengakhiri konflik di Donbas melalui implementasi perjanjian Minsk untuk mendukung Format Normandia," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.[Lin]