Direktur Operasional KSP Indosurya Kabur ke Singapura Gunakan Paspor Palsu

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 5 Maret 2022 14:49 WIB
Monitorindonesia.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menduga Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta, Suwito Ayub, menggunakan paspor palsu untuk melarikan ke luar negeri. Diketahui, Suwito telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan hingga pencucian uang KSP Indosurya. Ia juga ditetapkan masuk daftar pencarian orang (DPO) karena terindikasi melarikan diri. "Kami sedang menelusuri dan sementara saat ini didapatkan informasi bahwa tersangka Ayub melintas ke Singapura pada akhir November 2021 dengan menggunakan identitas yang berbeda dengan data di Polri dan diduga menggunakan paspor palsu," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan, kepada wartawan, dikutip pada Sabtu (5/3/2022). Whisnu menambahkan, bahwa Suwito ditetapkan sebagai buronan usai tak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh Bareskrim sejak Kamis (24/2/2022) lalu. Penyidik, kata Whisnu, mendapat kabar bahwa yang bersangkutan tak memenuhi panggilan karena sakit dan telah mengirimkan surat keterangan dari dokter. "Jumatnya kita cek di rumahnya ternyata tidak ada, dalam arti telah melarikan diri," jelasnya. Oleh sebab itu, Bareskrim pun menangkap dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni Ketua KSP Indosurya, Henry Surya; dan Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta, June Indria. Mereka telah resmi ditahan penyidik Bareskrim pada Jumat (25/2/2022) lalu. Sebagai informasi, kasus ini telah bergulir sejak beberapa tahun terakhir. KSP Indosurya diduga menghimpun dana secara ilegal menggunakan badan hukum yang berujung pada gagal bayar. Total keseluruhan investor diduga mencapai 14.500 orang dengan nilai kerugian mencapai Rp 15,9 triliun. Henry diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dan memberikan bunga 8-11 persen. Kegiatan tersebut dilakukan tanpa ada izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Polisi pun telah melakukan pelacakan dan penyitaan aset milik tersangka yang diduga merupakan hasil dari dugaan tindak pidana tersebut. Para tersangka dijerat pasal 46 Undang-ndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan/atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4. Serta, Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Aswan)