April, PPN Naik Jadi 11 Persen, Anis: Pemerintah Jangan Tambahi Beban Masyarakat

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 26 Maret 2022 22:04 WIB
Monitorindonesia.com - Pemerintah memberlakukan kenaikan tarif PPN 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022. Kenaikan ini sesuai adalah amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengingatkan, saat pembahasan RUU HPP, PKS menjadi satu-satunya Fraksi di DPR yang menolak disahkannya UU ini. Salah satu poin penolakan adalah kenaikan PPN. “Fraksi PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan menjadi 11 persen yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. PKS mendorong agar tarif Pajak Pertambahan Nilai setinggi-tingginya tetap 10 persen,” ujar Anis, Sabtu, (26/3/2022). Wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menegaskan, kenaikkan akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional. Pasalnya, kata dia , sumber PPN terbesar berasal dari dalam negeri yakni berupa konsumsi masyarakat. “PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri. Artinya, kenaikkan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional," tegas Anis. Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menegaskan, jika PPN merupakan jenis pajak objektif. Hal ini, tidak memandang status Wajib Pajak melainkan hanya melihat objek ataupun barang yang berkaitan dengan transaksi antara penjual dan pembeli. “Jenis pajak ini merupakan jenis pajak yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut konsumsi barang dan jasa. Karena pembebanannya ditanggung oleh pengguna akhir dalam hal ini konsumen, tentu ini akan memberikan tekanan pada kemampuan daya beli masyarakat,” papar Anis. Ia menilai, kondisi masyarakat saat ini masih sangat rentan. Apalagi ditambah dengan naiknya kebutuhan pokok, sampai kasus mahalnya minyak goreng yang menjadi momok bagi ibu-ibu. Anis menuturkan, kondisi perekonomian terutama konsumsi rumah tangga belum pulih ke kondisi normal seperti sebelum adanya pandemi. Apalagi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri yang sudah menjadi siklus tahunan terjadinya lonjakan kenaikan harga. “Ini harus menjadi catatan dan peringatan bagi pemerintah. Satu sisi dengan kenaikan tarif PPN ini mungkin akan bisa menambal defisit yang ada, tapi perlu saya tegaskan bahwa kenaikan tarif PPN jangan sampai kembali melukai dan menambah beban bagi masyarakat yang masih tertatih dan belum pulih dari kondisi terpuruknya ekonomi akibat pandemi,” tandas Anis. (Aswan)