Menelusuri Jejak ‘Surganya’ para Pengoplos Gas LPG di Cileungsi Bogor

Surya Feri
Surya Feri
Diperbarui 9 Juni 2022 09:20 WIB
Bogor, MI - Ancaman hukuman pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 60 Miliar dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja atas Perubahan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi tidak membuat gentar para mafia-mafia pengoplos gas LPG. Alasan praktek illegal itu terus menjamur, karena keuntungan yang sangat menggiurkan dan penindakan dari aparat hukum yang tidak maksimal. Bahkan disinyalir dibeberapa tempat para pelaku diduga mendapat perlindungan dari oknum-oknum aparat yang tidak bertangungjawab. Sebuah kawasan di Desa Cileungsi Kidul Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, dikenal dengan lahan garapan menjadi ‘surganya’ para pengoplos gas LPG. Modus pengoplosan sangat sederhana. Sumber media ini menyebut, pelaku memindahkan gas dari tabung 3 kg (subsidi) ke tabung gas 12 kg (komersil). Jika gas 3 kg dari agen dihargai disekitaran Rp 18.500/tabung maka isi 4 tabung subsidi akan dipindahkan ke tabung gas komersil, pelaku mengeluarkan modal sekitar Rp 55.500. Kemudian tabung gas 12 kg yang telah dioplos dijual kepasaran dihargai paling murah Rp. 120.000, para sindikat pengoplos mendapat untung sedikitnya Rp 64.500/tabung. Belum lagi jika dioplos ke tabung ukuran 50 kg tentu keuntungan yang mereka dapat semakin besar. Cara kerja memindahkan gas 3 kg ke tabung gas 12 kg, dan tabung gas 50 kg dikatakan sumber cukup menggunakan alat sederhana dan tidak membutukan waktu lama, sekitar 5 menit saja. Hanya saja para mafia pengoplos itu membutuhkan lokasi atau lahan yang kosong guna menghindari gas yang bocor sewaktu pemindahan agar tidak mencurigakan dan menghindari terjadinya kebakaran. #gasLPG Lahan garapan di Desa Cileungsi Kidul mejadi lokasi para pelaku melakukan kegiatan ilegalnya. Hal itu lantaran disana masih ada lahan kosong dengan ruang terbuka dan jauh dari pemukiman penduduk. Baru-baru ini, pada Minggu (6/6/2022) malam lalu ada 2 lokasi pengoplosan gas di wilayah yang dikenal dengan kawasan Kirab itu digerebek oleh aparat kepolisian dari Polda Jawa Barat. [caption id="attachment_442057" align="aligncenter" width="779"] TKP pengoplosan Gas LPG 3 kg sebelum digerebek Polisi dari Polda Jabar [Foto: MI/Alpredo][/caption]Rabu, (8/6/2022) atau tepatnya 3 hari sesudah penggerebekan aparat, wartawan menelusuri lokasi tempat pengoplosan yang digerebek. Dari jalan raya Narogong lokasinya memang tidak jauh, namun akses untuk masuk kendaraan mobil roda 4 sudah dapat leluasa melintas apalagi untuk ukuran mobil pick-up, sekalipun jalanannya cukup terjal. Jalan utama sebagai pintu masuk ke kawasan tersebut hanya satu dari jalan raya Narogong. Konon katanya untuk melindungi praktek ilegal itu, akses masuk selalu dijaga. Dari penelusuran dan informasi yang didapat, diketahui ke-2 lokasi yang digerebek Polisi itu sudah lama beroperasi. Pemiliknya atau yang memodali usaha itu diduga berinisial HT. HT sendiri merupakan residivis dengan kasus yang sama dan belum lama keluar dari penjara. Dia baru bebas setahun lalu. Namun seakan tidak jera, HT diduga kembali melakukan usaha ilegal tersebut. Tak banyak informasi yang ditemukan dilokasi. Anehnya 2 lokasi pengoplosan yang digerebek polisi itu, hampir tidak kelihatan bahwa sesungguhnya itu merupakan titik tempat kejadian perkara (TKP) tindak pidana pengoplosan gas LPG. Bagaimana tidak, sebelumnya lokasi TKP dikelilingi pagar seng dari luar untuk menutupi aktivitas pengoplosan. Namun setelah digerebek, pagar-pagar seng itupun hilang. Seakan-akan di lokasi tidak pernah terjadi apa-apa. Entah atas perintah siapa, 2 lokasi TKP saat ini sudah bersih bahkan 1 tiang penyangga seng pun sudah tidak kelihatan, TKP sudah rapi dan bersih. Tak seperti lazimnya sebuah lokasi TKP tindak pidana, polisi akan memasang garis polisi atau police line menandakan bahwa lokasi dilarang untuk dimasuki untuk kepentingan barang bukti dan penyelidikan. Hanya saja, bekas-bekas ban mobil masih terlihat di TKP. Tutup-tutup gas LPG 3 kg masih tercecer berserakan dengan jumlah yang sangat banyak. Sepertinya yang merapikan lupa untuk membersihkan tutup-tutup gas tersebut. Warga sekitar TKP enggan diajak untuk bicara, mereka memilih untuk bungkam. [caption id="attachment_442056" align="aligncenter" width="779"] Tampak tutup-tutup gas LPG 3 Kg masih berserakan di TKP [Foto: MI/Alpredo][/caption]Untuk mengetahui sejauh mana penggerebekan tersebut dan berapa orang serta apa saja yang dibawa polisi dari Polda Jawa Barat sebagai barang bukti dari lokasi TKP, wartawan mencoba menggali informasi dari pihak Pemerintah Desa Cileungsi Kidul. Menurut Nana, Kepala Danton Linmas Desa Cileungsi Kidul, tidak mengetahui persis proses penggerebakan dan penangkapan yang dilakukan polisi di lokasi pengoplosan LPG tersebut. Nana justru mengetahui ketika keesokan harinya. “Saya dapat kabar esok harinya, kalau disana ada penggerebekan,” kata Nana. Nana sendiri tidak juga mengetahui apakah pihak desa mendapat pemberitahuan dari polisi bahwa akan ada penggerebekan dari pihak kepolisian di TKP. Nana mengakui bahwa lokasi penggerebekan adalah lahan garapan, tetapi tidak tau berapa banyak tabung gas, mobil yang disita aparat serta berapa jumlah orang yang diangkut dari lokasi. Seorang warga di kantor Desa Cileungsi Kidul, mengaku bermarga Silaban warga Kirab kepada wartawan juga menuturkan bahwa pengoplosan yang digerebek polisi pada Minggu malam itu sudah cukup lama beroperasi. “Ada 1 tahunan tapi mau bagaimana, sepertinya ada pembiaran dari aparat,” katanya. Dia justru menyebut, resedivis HT telah terlebih dahulu ditangkap sebelum penggerebekan dilakukan di 2 lokasi dimaksud. “Ada banyak pemain oplosan di daerah ini Bang,” ujar Silaban. Terpisah, Kapolda Jawa barat Irjen Pol Suntana, dikonfirmasi terkait penangkapan pengoplosan gas dan tidak adanya garis polisi di TKP melalui jejaring WhatsApp, namun hingga kini belum mendapat tanggapan. [Alpredo]