Tiga Perempat Anggota Majelis Umum PBB Tak Akui Pencaplokan Wilayah Ukraina oleh Rusia

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 13 Oktober 2022 06:27 WIB
Jakarta, MI - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan mengutuk “upaya pencaplokan ilegal” Rusia atas empat wilayah yang diduduki sebagian di Ukraina dan mendesak semua negara untuk tidak mengakui langkah tersebut. Dalam pemungutan suara kemarin, sebanyak tiga perempat dari 193 anggota Majelis Umum atau 143 negara, mendukung resolusi yang juga menegaskan kembali kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas wilayah Ukraina yang diakui secara internasional. “Luar biasa,” kata Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya kepada wartawan setelah pemungutan suara sebagaimana dikutip Aljazeera.com, Kamis (13/10). Dia terlihat berdiri di samping Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield yang mengatakan hasil itu menunjukkan Rusia tidak dapat mengintimidasi dunia. Empat negara bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara menentang resolusi, yakni Suriah, Nikaragua, Korea Utara dan Belarusia. Sedangkan 35 negara lainnya abstain dari pemungutan suara, termasuk China, India, Afrika Selatan dan Pakistan, dan sisanya tidak memilih. Moskow pada bulan September memproklamirkan pencaplokannya atas empat wilayah yang diduduki sebagian di Ukraina. Keempat wilayah itu adalah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhia setelah menggelar apa yang disebutnya referendum. Ukraina dan sekutunya mengecam pemungutan suara itu sebagai tindakan ilegal dan memaksa. Pemungutan suara Majelis Umum itu mengikuti veto oleh Rusia bulan lalu atas resolusi serupa di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang. Hasilnya adalah teguran paling keras kepada Rusia dari Majelis Umum atas empat resolusi yang telah disetujuinya sejak pasukan Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia mengatakan kepada Majelis Umum menjelang pemungutan suara bahwa resolusi itu dipolitisasi dan secara terbuka bersifat provokatif. Dia menambahkan bahwa resolusi tersebut dapat menghancurkan semua upaya yang mendukung solusi diplomatik untuk krisis. Langkah PBB itu menegaskan apa yang terjadi pada tahun 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. Majelis Umum kemudian mengadopsi resolusi yang menyatakan referendum tidak sah dengan 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58 abstain resmi. China abstain karena tidak percaya resolusi itu akan membantu, kata Wakil Duta Besar China untuk PBB Geng Shuang. “Setiap tindakan yang diambil oleh Majelis Umum harus kondusif untuk mengurangi eskalasi situasi serta kondusif untuk dimulainya kembali dialog lebih awal dan harus kondusif untuk mendukung solusi politik untuk krisis ini,” katanya. [John Oktaveri]