Kasus Gagal Ginjal Akut, Penny Lukito Ogah Disalahkan, Tapi Menyalahkan Industri Farmasi, Kemendag dan KKI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 November 2022 03:24 WIB
Jakarta, MI - Sejumlah pihak terus mendesak dan menyalahkan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito yang diduga lempar tanggung jawab atas permasalahan gagal ginjal akut pada anak yang diduga akibat dari cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup. Bahkan, beberapa anggota DPR yang salah satunya dari Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade turut mendesak agar Penny Lukito dipecat dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), jika terbukti bersalah dalam kasus gangguan ginjal akut yang telah menewaskan ratusan anak itu. Namun demikian, Penny  tetap ogah disalahkan dengan alasan bahwa beredarnya obat sirup yang memicu kasus gagal ginjal juga merupakan tanggung jawab dari produsen alias bukan tanggung jawab dari lembaganya. "Jadi jangan minta tanggung jawab kepada BPOM karena BPOM telah melaksanakan tugas sebaik-baiknya dalam kendala sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang ada," jelas Penny dalam konferensi persnya pada Kamis (27/10) lalu. Terbaru, pemilik nama asli Penny Kusumastuti Lukito itu juga menanggapi gugatan yang dilayangkan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut tentang pengawasan BPOM terhadap obat sirop yang mengandung cemaran maupun zat murni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. "Tidak apa-apa. Silakan saja (ajukan) gugatan itu, tetapi kami belum mendengar," jelas Penny kepada wartawan, dikutip pada Jum'at (18/11). Penny pun menyatakan, lembaga yang dipimpinnya akan mendapat pendampingan dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Penny Lukito Salahkan Gugatan KKI Gugatan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) telah dilayangkan pada 11 November 2022 kemarin dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT. Gugatan yang telah diregistrasi itu terkait kasus obat sirup yang disebut-sebut sebagai biang kerok kasus gagal ginjal akut yang kini menghantui anak-anak Indonesia. Namun demikian, Penny juga tetap menyalahkan gugatan itu dengan menyatakan gugatan itu salah alamat. Bahkan, dia menilai KKI tidak paham dengan cara kerja pengawasan BPOM. Penny juga mengatakan bahwa langkah untuk menggugat BPOM atas kasus itu bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Bahkan, ia memandang bahwa pihak penggugat justru kurang memahami duduk perkara yang terjadi. “Tapi salah sekali ya melakukan gugatan ke PTUN itu, karena tidak paham mereka. Salah sekali,” kata Penny, Kamis (17/11). Tak sampai disitu saja, Penny juga menekankan bahwa pihaknya akan mendapatkan pendampingan hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menghadapi gugatan itu. Ia menyebut pendampingan dari kejaksaan agung adalah suatu hal yang pasti pihaknya peroleh. “Ya iyalah pasti, karena kejaksaan kan lawyernya, pengacara negara, dia akan mendampingi BPOM,” tegas Penny. Sebelumnya, Ketua KKI David Tobing menyatakan, gugatan itu KKI ajukan setelah mereka menemukan adanya tindakan BPOM yang mereka anggap sebagai pembohongan publik, sehingga cukup beralasan untuk digugat sebagai perbuatan hukum yang melawan kuasa. Gugatan ini dilayangkan pada 11 November 2022 dan telah diregister dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN JKT dan dilayangkan pada 11 November 2022. "Gugatan ini diajukan karena beberapa tindakan BPOM dianggap pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa," ungkap David dalam keterangannya, Selasa (15/11). Adapun isi gugatan yang dilayangkan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) kepada BPOM RI adalah sebagai berikut: - Karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada tanggal 19 Oktober 2022 BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG, namun pada tanggal 21 Oktober 2022 malah BPOM RI merevisi 2 obat dinyatakan tidak tercemar. - Pada tanggal 22 Oktober 2022 BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2022 menambah 65 obat sehingga 198 obat diumumkan BPOM RI tidak tercemar EG/DEG. Namun di tanggal 6 November 2022 justru malah dari 198 sirup obat, 14 sirup obat dinyatakan tercemar EG/DEG. Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia seperti dipermainkan, karena pada 6 November 2022 BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober 198 sirup obat yang dinyatakan tidak tercemar tidak berlaku lagi. Sebab dari 198, terdapat 14 sirup obat tercemar EG/DEG. Tindakan BPOM RI dalam mengawasi sirup obat ini secara tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukumnya untuk melakukan pengujian sirup obat kepada industri farmasi merupakan tindakan yang melanggar Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Profesionalitas. "Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirup obat dengan baik," tegas David. Menurut David, tugas dan wewenang pengujian pada obat sirup harus dilakukan BPOM bukan diarahkan ke industri farmasi bahkan Kementerian Perdagangan dan Industri. Ia menyebut tindakan ini bisa membahayakan dan merugikan hidup banyak orang. Selain itu, David juga menjabarkan petitum atau permintaan dari Komunitas Konsumen Indonesia pada Majelis Hakim sebagai berikut: Menyatakan BPOM RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa. Menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh sirup obat yang telah diberikan izin edar. Menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia. Penny Lukito Salahkan Kementerian Perdagangan  Belum lama ini, dalam rapat di Komisi IX DPR RI, Penny membahas tentang importasi senyawa kimia propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG). Penny menyatakan kewenangan impor bahan baku itu ada di Kemendag. "Bahan baku yang digunakan sebagai produksi untuk industri farmasi (obat) itu seharusnya Pharmaceutical Grade. Nah, tapi dalam hal ini Pharmaceutical Grade lah yang harus mendapatkan SKI (Surat Keterangan Impor) dari BPOM, sehingga BPOM bisa melakukan pengawasan di awal," kata Penny saat itu. Sementara itu SKI BPOM tidak mengurusi perihal impor PG dan PEG yang sebelumnya disebut Penny merupakan kewengan BPOM "Tapi melalui Kemendag, istilahnya (non larangan dan pembatasan) jadi tidak melalui surat keterangan impor BPOM," kata Penny. Penny Lukito Salahkan Industri Farmasi  Setelah kasus gagal ginjal akut merebak, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengakui banyak hal yang harus diperbaiki. "Hal-hal yang bakal diperbaiki itu antara lain standar yang harus ditambahkan, sistem pemasukan bahan baku obat, termasuk juga yang terkait dengan sistem Monitoring Efek Samping Obat (MESO)," kata Penny, dalam keterangan resminya, Selasa (1/11). Menurutnya, pengawasan yang selama ini berjalan di BPOM diakui telah dilakukan secara ketat dan komprehensif, baik pada sektor pre-market hingga post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Terkait kasus cemaran yang menyebabkan gagal ginjal akut, BPOM menegaskan, bahwa bahan berbahaya itu tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum. "Industri Farmasi seharusnya melakukan inspeksi terhadap seluruh proses dan bahan yang digunakan dalam proses produksi, termasuk sumber bahan baku. Apabila terdapat perubahan proses dan/atau bahan yang digunakan berbeda, maka industri farmasi wajib melapor ke BPOM. Namun, yang terjadi di lapangan mereka tidak melaporkan," tegas Penny. Perusahaan Farmasi dan Suplier Jadi Tersangka  Diketahui, dalam kasus ini, sebanyak empat perusahaan farmasi dan suplier bahan baku obat telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang menewaskan ratusan anak. Penetapan tersangka itu dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bareskrim Polri usai melakukan penyidikan pada Kamis (17/11) hari ini. Adapun dua korporasi yang dijerat sebagai tersangka oleh BPOM merupakan perusahaan farmasi PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical. "Bahwa PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical telah dilakukan proses penyidikan dan telah ditetapkan tersangka," ujar Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Kamis (17/11). Sementara dua korporasi sisanya yakni perusahaan farmasi PT Afi Farma dan suplier bahan baku obat CV Samudera Chemical ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan kedua perusahaan tersebut terbukti melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu. Dedi mengatakan dari hasil pemeriksaan penyidik PT Afi Farma dinilai dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan Propilen Glikol (PG) yang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas. "PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," ujarnya dalam keterangan tertulis. Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya mengatakan berdasarkan data yang dilaporkan dari seluruh rumah sakit di 28 propinsi menunjukkan hasil pemeriksaan yang konsisten, yakni faktor risiko terbesar penyebab GGAPA adalah toksikasi dari EG dan DEG pada obat sirup. Sementara itu, jumlah temuan kasus GGAPA di Indonesia telah mencapai 324 orang per Selasa (15/11). Ratusan kasus itu tersebar di 28 provinsi Indonesia dengan kasus kematian ditemukan pada 199 anak. (MI/Ode) #Penny Lukito