Pakar Hukum Sarankan Rafael dan APH Kerja Sama Bongkar Kasus di Kemenkeu
![Adelio Pratama](https://monitorindonesia.com/storage/media/user/avatar/SL4jHdN9D0g7bLGXDlWMtJHvcfiIRRXOMdxoLPXe.jpg )
Adelio Pratama
Diperbarui
11 Maret 2023 20:05 WIB
![](https://monitorindonesia.com/images/no-image.png)
Jakarta, MI - Saat ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang disorot karena adanya kasus penganiayaan terhadap David Latumahina atau David Ozora yang dilakukan Mario Dandy Satriyo, anak Rafael Alun Trisambodo.
Seiring dengan mencuatnya kasus penganiayaan David itu, masyarakat menyoroti harta kekayaan Rafael Alun yang dinilai tidak wajar dengan nilai mencapai Rp 56 miliar. Selain itu, terdapat aset yang diduga tidak dilaporkan Rafael Alun.
Akibatnya, Rafael Alun mengklarifikasi terkait LHKPN miliknya senilai Rp 56 miliar yang dinilai janggal. Total, 8,5 jam Rafael diperiksa tim Direktorat LHKPN KPK baru-baru ini.
Tak sampai disitu saja, kasus Rafael Alun masih berbuntut, pasalnya PPATK menemukan mutasi rekening Rafael Alun sendiri mencapai Rp 500 miliar.
Jumlah tersebut dilakukan melalui sekitar 40 rekening yang dimiliki keluarganya. Selain itu, Rafael Alun kini menyeret nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur, Wahono Saputro.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil Kepala Kantor Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur Wahono Saputro untuk diklarifikasi terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada pekan depan.
Hal itu dilakukan setelah KPK menemukan nama istri Wahono Saputro sebagai pemegang saham di perusahaan properti bersama istri eks Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pada Kantor Wilayah Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo, Ernike Meike Tondorek.
Ibarat fenomena gunung es, ditengah pengusutan kasus ini, kini juga ditemukan transaksi gelap Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menkeu Sri Mulyani bahkan tidak mengetahui soal transaksi gelap itu.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md memastikan transaksi gelap sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah tindak pencucian uang, bukan korupsi. Transaksi mencurigakan tersebut melibatkan 476 pegawai Kemenkeu sejak tahun 2009 sampai 2023.
Tindak lanjut dari pencucian uang tersebut akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Meski akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, apakah bisa Rafael Alun Trisambodo membantu untuk membongkar transaksi gelap itu atau kasus-kasus di Kemenkeu itu?
Sebab dikhawatirkan seperti skandal pajak Ramayana dan Halliburton yang mana Sri Mulyani diduga pernah terlibat. Apakah bisa nanti seiring berjalannya proses hukum, Rafael Alun yang diduga mengetahui transaksi-transaksi mencurigakan yang ada di Ditjen Pajak, ingin membantu mengungkapnya bisa mengajukan justice collaborator (JC)?
Pakar Hukum Pidana, Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad mengatakan, niat untuk membantu aparat penegak hukum membongkar kasus-kasus di Kemenkeu itu sebenarnya harus ditindaklanjuti, namun harus jelas dulu status hukum dari pada Rafael Alun itu sendiri.
"Niat tersebut perlu ditindaklanjuti, ya berarti membantu membongkar tindak pidana. Yakni diberi kepada pelaku tindak pidana yang bekerja sama membongkar kejahatan," kata Suparji kepada Monitor Indonesia, Sabtu (11/3).
[caption id="attachment_375178" align="alignnone" width="714"] Ahli Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad (Foto: Doc MI)[/caption]
Namun demikian, status Rafael Alun dalam membantu membongkar kasus-kasus di Kemenkeu ini bukan sebagai justice collaborator karena belum tersangka.
"Tetapi belum tersangka, ya statusnya bukan justice collaborator. Sebab justice collaborator harus sesuai dengan ketentuan. Ya maka itu penyidik proses hukum harus jelas dulu," jelas Suparji.
Sebagai informasi, seorang justice collaborator perlu memiliki perlindungan dalam menyampaikan kesaksian atas laporannya. Umumnya, perlindungan ini akan dibantu bersama penegak hukum dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK.
Justice collaborator merupakan seorang tersangka, terdakwa, atau terpidana yang dapat bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana tertentu.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban secara implisit mengatur hak-hak justice collaborator yang dirumuskan dalam Pasal 5 ayat 1 sampai 16. (Nuramin)
Berita Selanjutnya
Berita Terkait
Hukum
![KPK Usut Dugaan Keterlibatan Ernie Meike Torondek di Kasus Suaminya Rafael Alun Trisambodo Rafael Alun Trisambodo (Foto: Istimewa)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/5edeaae5-db0f-43e5-8d03-db0d53f14ae9.jpg)
KPK Usut Dugaan Keterlibatan Ernie Meike Torondek di Kasus Suaminya Rafael Alun Trisambodo
28 Juli 2024 12:00 WIB
Hukum
![Kasasi Ditolak, MA Perintahkan KPK Kembalikan Rumah Mewah Rafael Alun Trisambodo di Simprug Jaksel Rafael Alun Trisambodo saat berpelukan dengan anaknya Mario Dandy Satriyo (Foto: Dok MI)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/SubrjX9yUNjN1D4kROxVkdG4NhF0zUK0SEV153Gc.jpg)
Kasasi Ditolak, MA Perintahkan KPK Kembalikan Rumah Mewah Rafael Alun Trisambodo di Simprug Jaksel
24 Juli 2024 14:23 WIB
Ekonomi
![Rp 700 Miliar untuk PDN Kemenkominfo Kemana Larinya? Auditor Diminta Telusuri! Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah (Foto: Dok MI/Ist)](https://monitorindonesia.com/2021/11/Trubus.jpg)
Rp 700 Miliar untuk PDN Kemenkominfo Kemana Larinya? Auditor Diminta Telusuri!
30 Juni 2024 14:15 WIB