Prof Suparji Yakin Penetapan Johnny G Plate Tersangka Korupsi Bukan Kirminalisasi, Ini Alasannya

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 22 Mei 2023 04:51 WIB
Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, meyakini penetapan tersangka Johnny G. Plate, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) bukan kriminalisasi. Jika ada kriminalisasi akibat kontestasi politik, tegas Suparji, akan sangat berisiko bagi Kejagung itu sendiri. "Artinya, tidak mungkin ada satu proses hukum hanya karena faktor kepemimpinan politik," ujar Suparji kepada Monitor Indonesia, Senin (22/5). Pasti atau diduga kuat ada fakta-fakta, alat bukti, ada barang bukti yang menunjukkan keterlibatan seseorang dalam suatu perkara, sehingga tambah Suparji, statusnya (Johnny G Plate) meningkat menjadi tersangka. Akan sangat berisiko pun, tambah dia, dalam era yang makin transparan, makin terbuka itu APH jika memain-mainkan hukum. "Pihak yang merasa dirugikan, dalam arti misalnya proses penetapan tersangka tidak benar, ada mekanisme pengujian, praperadilan. Artinya, kontrol pada penegak hukum pada kesewenang-wenangan," pungkasnya. Diketahui Johnny dipanggil oleh Kejagung untuk yang ketiga kalinya pada hari Rabu (17/5) lalu. Kemudian ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Kasus yang menjerat Johnny bermula pada proyek infrastruktur telekomunikasi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) agar akses internet merata di tanah air. Total sebanyak 7.904 BTS 4G akan dibangun yang terbagi dalam dua tahap, yakni fase pertama di 4.200 BTS pada 2021 dan fase kedua di 3.704 BTS pada 2022. [caption id="attachment_543028" align="alignnone" width="600"] Johnny G Plate mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Doc MI)[/caption] Namun, dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan disebut para tersangka yang jumlahnya enam orang telah merekayasa dan mengkondisikan sehingga di dalam proses pengadaannya tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat. Oleh karena itu pada akhirnya diduga terdapat kemahalan harga yang harus dibayar oleh negara. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan penyidikan kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G infrastruktur pendukung paket 1,2,3,4,5 Bakti Kominfo tahun 2020-2022 menyimpulkan ada kerugian negara sebesar Rp 8.032.084.133.795 (triliun). Nantinya para tersangka segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum agar segera disusun dakwaan dan disidangkan. Dalam kasus ini Johnnyu G Plate disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ancaman pidana pasal ini ialah penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Ada pula ancaman hukuman denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sementara Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan." Lalu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ancaman hukuman berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sementara Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengatur mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana. (LA)