Denny Indrayana Diduga Sengaja Manfaatkan Situasi! Pengamat Intelijen: Dia Proxy Kelompok Tertentu

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Juni 2023 12:42 WIB
Jakarta, MI – Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta menilai skandal dugaan membocorkan rahasia negara dan melebar kepada permintaan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi, oleh Denny Indrayana kuat dugaan by design. “Ini bukan suatu kebetulan, ini by design,” kata Stanis dalam Podcast Koma Indonesia, seperti dikutip Monitor Indonesia, Kamis (8/6). Menurutnya, Denny Indrayana diduga sengaja memanfaatkan isu ini untuk mencari perhatian publik lewat kegaduhan dan kontroversi. Bahkan dia meyakini, ada bayang-bayang konspirasi misterius sedang berupaya melindungi Denny Indrayana. “Kita nggak tahu hasilnya apa di MK. Tapi dia mempropaganda bahwa dia mempengaruhi MK atau Masyarakat. Atau bisa jadi dia proxy kelompok tertentu untuk bilang seperti itu,” pungkasnya. Diketahui, dalam pernyataannya di akun media sosial miliknya, Denny mengaku mendapat informasi yang menyebut MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. “Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” begitu kicauannya dalam akun media sosialnya. Akibat pernyataan tersebut beberapa pihak melaporkan Denny ke polisi. Dalam keterangannya Denny menegaskan bakal menghadapi proses hukum yang berjalan. Selain itu, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini meminta DPR untuk memeriksa Presiden Joko Widodo dalam rangka pemakzulan (impeachment) dari kursi kepala negara dan kepala pemerintahan. Menurut Denny, sudah ada beberapa dugaan pelanggaran terhadap UUD 1945, sehingga Jokowi layak untuk diperiksa oleh DPR. "Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024," kata Denny dalam surat terbuka kepada Pimpinan DPR RI, Selasa (7/6). Denny lalu menjabarkan dugaan pelanggaran yang dilakukan Jokowi sehingga DPR perlu memakai hak angket untuk memeriksanya. Pertama, Denny mengaku mendapat informasi bahwa Jokowi berupaya melakukan penjegalan terhadap bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan. Dia menceritakan bahwa mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditemui seorang mantan wakil presiden yang membawa kabar meresahkan usai bertemu Jokowi. Tokoh itu menyebut bahwa hanya akan dua capres di Pilpres 2024 dan Anies Baswedan bakal diproses hukum oleh KPK. "Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?" ucap Denny. Kedua, Denny menganggap Jokowi telah membiarkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengganggu kedaulatan Partai Demokrat. Menurutnya, Jokowi tidak mungkin tidak tahu gelagat Moeldoko tersebut. Saat ini, kubu Moeldoko baru saja mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung mengenai SK Menkumham yang mengakui kepengurusan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Denny menganggap aneh ketika dua anak buah presiden berperkara di pengadilan. Seharusnya Jokowi menyelesaikan persoalan antara dua anak buahnya. Jika mendiamkan, kata Denny, sama saja Jokowi membiarkan terjadinya pelanggaran oleh anak buahnya terhadap UU Partai Politik yang mengakui kedaulatan parpol. Pula, apabila Jokowi mendiamkan hingga MA mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, maka pencalonan Anies Baswedan berpotensi batal. "Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat," ucapnya. Dugaan pelanggaran ketiga yang diungkit Denny adalah penyalahgunaan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan calon presiden-wakil presiden. Denny menduga Jokowi menggunakan kuasanya atas Polri, Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengarahkan kasus mana yang perlu dijalankan. Terlebih, KPK baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Denny pun mendapat informasi bahwa kedaulatan partai politik diganggu jika ada tindakan yang tak sesuai dengan rencana pemenangan Pilpres 2024 buatan Jokowi. Misalnya ketika Suharso Monoarfa dilengserkan dari posisi Ketua Umum PPP. Denny mendapat informasi bahwa pencopotan didesain sedemikian rupa lantaran Suharso sudah empat kali bertemu Anies Baswedan. "sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini (kepada DPR)," ucap Denny. "Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan p ribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya." (LA)