Mangkir! Kejagung Tunggu Kehadiran Nistra Yohan Diduga Terima Rp 70 Miliar Korupsi BTS Kominfo

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 13 Juli 2023 02:15 WIB
Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejagung menanti kehadiran Nistra Yohan yang diduga menerima Rp 70 miliar yang merupakan dana korupsi BTS Kominfo. Nistra Yohan yang disebut sebagai staf ahli anggota Komisi I DPR Sugiono dari kader Partai Gerindra sudah beberapa kali diminta untuk hadir dalam pemeriksaan, dalam rangka mengusut berbagai dugaan dan pencarian alat bukti kasus korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyatakan bahwa berdasarkan informasi Nistra Yohan dikabarkan telah berada di luar negeri. "Orangnya belum ada. Sampai sekarang tidak ada, belum hadir (pemeriksaan). Ya sampai sekarang alat buktinya kan belum ada itu (aliran Rp70 miliar ke Komisi I). Ya mudah-mudahan dia datanglah. Belum tahu (di Malaysia atau di mana), kan panggilan masih. Kecuali tersangka diuber," kata Febrie dikutip pada Kamis (13/7). Febrie menambahkan, karena pihaknya belum bisa membawa nama Nistra Yohan ke ruang pemeriksaan, maka pihaknya juga belum bisa mengambil kesimpulan soal uang Rp 70 miliar digelontorkan ke Komisi I DPR. "Sampai sekarang, masih terus dilakukan pendalaman," ungkap Febrie. Kendati demikian, pihaknya masih terus menyisir daftar 11 nama yang disebut Irwan menerima aliran dana senilai total Rp 243 miliar terkait korupsi itu. “Itu akan dipanggil semua, makanya saya nggak tahu nih jadwalnya, kan hari-harinya ada tuh,” ujar Febrie. Menurut Febrie, pihaknya tentu mendalami informasi yang disampaikan terdakwa dan menelusuri alat bukti yang ada. Sebab, menurut dia, hal itu diperlukan untuk memastikan kebenaran dibandingkan hanya sekedar pengakuan. “Yang jelas kita konfirmasi kebenaran-kebenarannya. Kemudian kita juga tanya ke Irwan, kasihnya di mana, tempatnya di mana, kapan waktunya. Itu nanti perlu didalami,” jelas Febrie. Adapun 11 nama yang disebut dalam BAP Irwan Hermawan yakni; pada April 2021 – Oktober 2022, SM (Staf Menteri Komunikasi dan Informatika) Rp 10.000.000.000, Desember 2021, AL (Anang Achmad Latif – Dirut Bakti, terdakwa) Rp 3.000.000.000, pertengahan tahun 2022. Elvano Hatorangan (Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Bakti) Rp 2,4 miliar dan Feriandi Mirza (kepala divisi di Bakti) Rp 1,01 miliar, Maret 2022 dan Agustus 2022, LH (Latifah Hanum – Pegawai Bakti) Rp 1.700.000.000, Desember 2021 dan pertengahan tahun 2022, NA (Nistra Yohan /staf ahli Sugiono-Anggota Komisi I DPR dari Partai Gerindra) Rp 70.000.000.000. Selanjutnya pada pertengahan tahun 2022. ER (Erry Sugiharto – Pertamina) Rp 10.000.000.000, Agustus – Oktober 2022. WS (Windu Aji Sutanto – anggota tim sukses presiden Joko Widodo dalam kampanye pemilihan 2014) dan Setyo Joko Santosa (orang kepercayaan Windu) Rp 75.000.000.000., Agustus 2022. EH (Edwar Hutahean) Rp 15.000.000.000. Kemudian pada November – Desember 2022, DA (Ario Bimo Nandito Ariotedjo – Menteri Pemuda dan Olahraga) Rp 27.000.000.000, Juni – Oktober 2022, WL (Walbertus Natalius Wisang) Rp 4.000.000.000 dan pada Pertengahan 2022, SDKN (Sadikin) Rp 40.000.000.000. Dalam kasus ini Kejagung menetapkan 8 tersangka. Mereka yang sudah menjalani sidang dakwaan di antaranya mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, yang didakwa merugikan keuangan negara Rp8.032.084.133.795,51 dalam kasus ini. Jaksa pada Kejagung menyebut dalam kasus korupsi BTS 4G tersebut, Johnny G. Plate memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi. "Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa, 27 Juni 2023. Jaksa menyebut Johnny memperkaya diri sendiri sebesar Rp17.848.308.000,00. Kemudian memperkaya orang lain dan korporasi di antaranya Anang Achmad Latif sebesar Rp5 miliar, Yohan Suryanto, Yohan Suryanto Rp453.608.400,00, Irwan Hermawan Rp119 miliar, Windi Purnama sebesar Rp500 juta. Kemudian Muhammad Yusrizki sebesar Rp50 miliar dan USD2,5 juta, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490,00, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955,00, Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600,00. Jaksa menyebut Johnny Plate merugikan keuangan negara bersama-sama dengan Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan Kuasa pengguna Anggaran (KPA), Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI), Irwan Hermawan sebagai Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Mukti Ali selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, dan Muhammad Yusriki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Prima. "Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," ujar jaksa. Jaksa menyebut, kerugian keuangan negara sebesar Rp8 triliun dalam kasus ini dihasilkan dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia. Atas perbuatannya, Johnny G. Plate didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (AL)