Pukat UGM: Pejabat Kita Sulit Akui Korupsi Sudah Akut

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 20 Juli 2023 13:15 WIB
Jakarta, MI - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi atau Pukat Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan soal kerja KPK makin baik jika tidak ada operasi tangkap tangan (OTT), sangat berbahaya. Bahkan kata dia, hal itu juga menunjukkan betapa problematiknya pemahaman dan spirit antikorupsi pejabat di Indonesia. Padahal tegas dia, pencegahan dan penindakan korupsi tidak bisa dipisahkan. "Tidak mungkin hanya melakukan pencegahan untuk situasi negara yang sangat korup. Menurut saya pencegahan korupsi paling bagus itu adalah penindakan," ujar Zaenur kepada wartawan, Kamis (20/7). Sehingga, lanjut Zaenur, atas berbagai peristiwa korupsi yang telah terjadi tidak mungkin dilakukan pembiaran dengan dalih berfokus pada pencegahan. "Karena untuk negara yang sangat korup, sekali lagi, pencegahan terbaik adalah penindakan yang keras," tegasnya. Lebih lanjut, Zaenur menyatakan bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sangat rendah. Maka dia menilai pernyataan Luhut mencerminkan sikap pejabat yang tak mau mengakui bahwa korupsi di Indonesia sudah akut. "Indeks Persepsi Korupsi Indonesia itu sangat rendah, 34 per 100. Jadi menurut saya pernyataan Pak Luhut itu menunjukkan betapa naifnya pejabat kita yang kesulitan mengakui bahwa korupsi sangat akut dan perubahan-perubahan itu sangat sulit terjadi," bebernya. Zaenur menambahkan, bahwa perubahan bisa dilakukan jika ada shock terapi melalui penindakan lalu diikuti dengan perbaikan sistem. "Kalau hanya perbaikan sistem tanpa ada satu trigger apa pun, saya lihat upaya-upaya seperti itu sangat lambat hasilnya. Karena memang banyak program-program yang dilakukan itu sekadar seremonial belaka atau bahkan sekadar pencitraan," pungkasnya. (AL) #Pukat