Anak Buah Johnny G Plate Berbelit-belit di Pengadilan, Pakar Hukum: Bisa Tersangka Contempt of Court Korupsi BTS Kominfo!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 26 Agustus 2023 17:59 WIB
Jakarta, MI - Kepala Divisi Pembendaharaan dan Investasi Bakti Kominfo, Puji Lestari yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat dihadirkan ke persidangan kasus dugaan korupsi BTS Kominfo pada beberapa waktu lalu bisa saja ditersangkakan sebagai pihak yang menghalangi proses peradilan/penyidikan atau obstruction of justice atau dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana contempt of court (penghinaan pada pengadilan). Anak buah bekas Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate itu dinilai berbelit-belit saat menjawab pertanyaan Hakim ketika menjadi saksi dalam perkara tersebut. Hingga akhirnya hakim dalam sidang itu meminta Puji agar ditersangkakan dalam kasus yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu. Kejadian ini bermula ketika Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Fahzal Hendri mendalami rincian dari anggaran dari Rp 6,4 triliun untuk proyek BTS 4G yang dikelola Bakti selama delapan bulan. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai sikap Puji itu bisa saja untuk menutupi masalah dalam proyek BTS Kominfo itu. Jadi wajar saja hakim memerintahkan Jaksa untuk menetapkan dia sebagai tersangka. "Berbelit-belit itu bisa sengaja, bisa tidak. Tidak sengaja karena tidak mengerti pertanyaannya dan ini mustahil. Jika sengaja, artinya saksi sengaja nembuat berbelit agar terkihat bahwa saksi tidak terlibat," ujar Abdul Fickar saat dihubungi Monitorindonesia.com, Sabtu (26/8). [caption id="attachment_561670" align="alignnone" width="714"] Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Doc Pribadi)[/caption] "Dengan pengakuan seperti ini hakim bisa nenerintahkan jaksa untuk memeriksa dan mentersangkakan saksi jika ada dua bukti yang cukup, atau jika karena sengaja berbelit untuk mengaburkan masalah bisa dituntut sebagai penghinaan pada pengadilan atau contempt of court," timpal Abdul Fickar. Aturan terkait obstruction of justice sendiri telah diatur dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dijelaskan dalam pasal itu setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Selain aturan dalam UU Tipikor, tindakan obstruction of justice juga telah disepakati di Konvensi PBB tentang Anti-Korupsi (UN Convention Against Corruption/UNCAC). Pasal 25 mengamanatkan negara peratifikasi wajib melakukan tindakan politik dan hukum untuk melawan tindakan yang menghalangi proses hukum kasus pidana korupsi. "Hal ini berarti Jaksa mempunyai kewenangan penuh memproses setiap orang yang berusaha menghambat sebuah perkara korupsi yang sedang ditangani Kejagung," tutup Abdul Fickar. Hakim Geram Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Fahzal Hendri geram lantaran anak buah Johnny G Plate bingung saat menjawab pertanyaan dalam sidang kasus duaan korupsi proyek BTS Kominfo. Malahan, hakim Fahzal meminta saksi ditersangkakan. Saksi tersebut meruapakan Kepala Divisi Pembendaharaan dan Investasi BAKTI Kominfo Puji Lestari. Mulanya, hakim Fahzal mempertanyakan terkait berapa uang yang dikeluarkan dalam anggaran Rp6,4 triliun di proyek tersebut. "Pendek, simpel ajalah berpikir, Rp6,4 triliun sudah dibayarkan untuk pekerjaan selama 1,8 untuk yang lanjutan berapa? Kemudian ada sisa atau semua sudah dibayarkan?" tanya Hakim Fahzal Hendri, Selasa (22/8). "Izin, Yang Mulia, untuk yang dana yang Rp6,41 triliun tadi itu untuk yang lanjutan, nilai kontraknya Rp1,786 triliun kemudian ada adendum Rp1,581 triliun, sudah dibayarkan Rp490 miiliar sehingga masih ada sisa Rp1,336 triliun itu termasuk yang ada pengembalian juga oleh penghitungan BG-nya (bank garansi)," jawab Puji. "Nggak bisa Saudara berpikir simpel dikit, bisa saudara yang mengeluarkan surat perintah membayar?" tanya Hakim Fahzal. "Iya, Yang Mulia. Jadi yang lanjutan itu nilai kontrak adendumnya ada Rp1,581 triliun untuk yang lanjutan kemudian," jawab Puji. Hakim masih mencecar Puji soal total biaya yang digelontorkan dari Rp6,4 triliun dalam pembangunan proyek BTS Kominfo periode 2022. Puji mengaku, anggaran yang sudah dikeluarkan sebesar Rp3,6 triliun. "Saudara bisa berpikir simpel, Rp6,4 triliun sudah berapa uang yang sudah dikeluarkan? Itu yang saya tanya," tanya Hakim Fahzal. "Ada Rp3,665 triliun, Yang Mulia," jawab Puji. "Sudah dibayarkan?" tanya Hakim Fahzal. "Sudah dibayarkan," jawab Puji. Hakim Fahzal pun merasa heran lantaran Puji kebingunan ketika menjawab pertanyaan hakim soal total biaya yang dikeluarkan dari Rp6,4 triliun tersebut. Hakim kemudian menatap wajah Johnny G Plate yang duduk berdampingangan dengan kuasa hukumnya. "Ada sisanya, udah lembut saya itu, bingung, kayak begini pejabat membayar, ndak habis lho uang negara kalau begini," kata Hakim Fahzalm ke Puji Lestari. "Sebentar, Yang Mulia, dari Rp 6,4 triliun tadi itu nilai kontraknya baik yang ...," tutur Puji yang langsung dipotong hakim Fahzal. Hakim Minta Puji Ditersangkakan "Hah, lihat sendiri ini Pak Johnny Gerard Plate, kayak gini lah anak buah saudara, mulat mulit mulat mulit, nggak jelas. Ini semua jadikan tersangka ajalah, Pak! Biar tahu, jangan tebang pilih kalau model-model begini, manusia-manusia yang menghancurkan uang negara kayak begini, modelnya," kata Hakim Fahzal menatap wajah eks Menkomifo itu. "Mulat mulit mulat mulit, simpel, pertanyaannya Rp 6,4 triliun berapa yang sudah dibayarkan, berhentilah Saudara jadi pejabat," lanjut Hakim Fahzal. "Dibayarkan Rp 3,665 triliun, Yang Mulia," timpal Puji. Hakim masih juga mencecar Puji soal pemakaian serta sisa anggaran Rp6,4 triliun dalam proyek BTS Kominfo tersebut. Hakim Fahzal lalu mengalihkan pertanyaan ke Kepala Divisi Backbone, Guntoro Prayudhi karena Puji diam terpaku. "Ada sisanya?" tanya hakim Fahzal. "Iya," jawab Puji. "Mana sisanya sekarang? Bingung kan, mana sisanya itu?" tanya Hakim Fahzal. "Itu ada di dalam...," jawab Puji. "Tahun anggarannya kan udah selesai, Bu, 2023 ini, mana sisanya itu? Dikembalikan negara atau gimana itu? Hah, bingung lagi, sudahlah, Saudara tenang dululah kalau gitu, Bapak lagi, biar dia pikir-pikir dulu, nanti saya desak-desak jadi linglung dia," kata hakim. (WAN)