Anies dan Cak Imin Bersih dari Dugaan Korupsi?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 4 September 2023 22:56 WIB
Jakarta, MI - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, telah diumumkan sebagai pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Pasangan ini diumumkan partai NasDem pada tanggal 2 September 2023 kemarin di Hotel Majapahit, Kota Surabaya, Jawa Timur. Namun sehari setelah itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa Cak Imin terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawasan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Saat itu Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Menakertrans tahun 2012 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bukan hanya Cak Imin terusik kasus dugaan korupsi, namun juga Anies Baswedan sebelumnya terseret kasus dugaan korupsi Formula E. Tetapi hingga menjelang pemilu 2024, lembaga antirasuah itu belum juga memutuskan apakah mereka terlibat atau bersih dari tindakan korupsi. Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik (SGY) menilai bahwa saat ini, mungkin KPK sedang menghadapi dilema yang kompleks. Jika mereka terus memanggil Anies dan Cak Imin terkait kasus dugaan korupsi, bisa dianggap sebagai alat politik. "Namun, jika mereka membiarkan Anies-Cak Imin maju sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024 tanpa kejelasan status mereka dalam kasus dugaan korupsi, hal ini dapat dianggap sebagai persetujuan terhadap potensi pemimpin yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi," ujar SGY sapaan akrabnya, Senin (4/9). Menurutnya, masalah ini memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi karena berhubungan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden di negara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 280 juta jiwa. Dalam konteks populasi yang sebesar ini, ungkap SGY, sangatlah tidak wajar jika tidak ada calon presiden dan wakil presiden yang bebas dari tanda tanya kasus korupsi. "Maka dari itu, KPK harus segera mengumumkan apakah Anies dan Cak Imin terbukti bersih dari dugaan kasus korupsi atau terlibat dalamnya," jelas SYG. Oleh karena itu, lanjut dia, wajar jika masyarakat menuntut KPK untuk bertindak tegas dan mengumumkan status Anies dan Cak Imin sehubungan dengan kasus dugaan korupsi itu. "Jika KPK tidak segera mengambil tindakan, perlu dipertimbangkan opsi pembubaran KPK. Sebab pasangan capres dan cawapres harus bersih dari kasus dugaan korupsi, dan KPK memiliki peran kunci dalam memastikannya," beber SGY. Lebih lanjut, SGY menjelaskan bahwa dalam konteks kasus dugaan korupsi yang disebutkan di atas, KPK tampaknya belum menyelesaikan dengan tuntas investigasi terhadap kasus dugaan korupsi “kardus duren” yang diduga melibatkan Cak Imin itu. Meskipun masih ada kemungkinan KPK akan melakukan investigasi lanjutan terkait kasus "kardus duren” tersebut. Namun Ketum PKB Cak Imin, nampaknya tetap mantap maju sebagai calon wakil presiden pada tahun 2024 tanpa terlalu terbebani oleh kasus tersebut. "Cak Imin mungkin beranggapan bahwa kasus yang terjadi saat era Presiden SBY, saat dia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari tahun 2009 hingga 2014, telah menjadi peristiwa lama dan tidak relevan lagi. Oleh karena itu, Cak Imin mungkin merasa bahwa tidak ada alasan bagi KPK untuk memanggilnya terkait kasus tersebut," beber SGY. Cak Imin memang pernah diperiksa oleh KPK pada tanggal 3 Oktober 2011 dalam konteks operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 25 Agustus 2011. KPK saat itu menangkap dua pejabat Kemnakertrans. Selain itu, dalam waktu yang sama, KPK juga mengamankan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, yang ditangkap bersamaan dengan barang bukti uang sebesar Rp1,5 miliar yang dibungkus dengan kardus durian. Pada saat persidangan, Dharnawati mengklaim bahwa uang tersebut ditujukan untuk Cak Imin. Namun, Cak Imin dengan tegas membantah keterlibatannya, dan ia mengklaim bahwa tidak ada perintah atau pembicaraan yang terkait dengan dirinya dalam kasus tersebut. Formula E Kasus yang melibatkan Anies Baswedan juga menghadapi tantangan serupa. Dalam kasus Formula E, KPK dianggap lambat dalam menangani penyelidikan. Meskipun sudah banyak pihak yang memberikan keterangan kepada KPK, termasuk Kadispora DKI Jakarta Achmad Firdaus, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kasus Formula E belum naik ke tahap penyidikan. Bahkan, Partai NasDem telah mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden sejak 3 Oktober 2022. Namun hingga saat ini, KPK belum meningkatkan status penyelidikan kasus Formula E ke tahap penyidikan, meskipun Profesor Romli Atmasasmita, seorang guru besar di Universitas Padjajaran (Unpad), telah menegaskan adanya unsur niat jahat (mens rea) dalam penyelenggaraan Formula E pada masa kepemimpinan mantan Anies Baswedan. Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, telah menyatakan bahwa pencapresan Anies Baswedan tidak akan memengaruhi penanganan KPK terhadap dugaan korupsi dalam kasus Formula E. SGY melanjutkan bahwa atas hal tersebut, lembaga antrirasuah yang dipimpin Firli Bahuri itu harus segera mengumumkan status Anies dan Cak Imin, yang menjadi fokus penanganan kasus ini. Pasalnya, kata dia, jika Anies dan Cak Imin terbukti tidak terlibat dalam korupsi, hal ini akan memberikan lega bagi semua pihak, termasuk seluruh rakyat Indonesia. "Selain itu, dengan pengumuman tersebut, Anies dan Cak Imin juga dapat terlepas dari persepsi publik tentang potensi menjadi subjek politik yang dimanfaatkan (politik sandera). Namun, sebaliknya, jika Anies dan Cak Imin terlibat dalam korupsi, KPK harus bertindak tegas," katanya. "Semua tindakan ini diambil demi kepentingan dan kebaikan negara serta seluruh rakyat Indonesia, sekaligus untuk mengatasi persepsi publik tentang kemungkinan adanya tuntutan pembubaran KPK jika keputusan terkait Anies dan Cak Imin tidak segera diumumkan," demikian SGY. (Wan)