Kejagung Tunggu Perintah Hakim Seret Nistra Yohan "Penjembatan" Uang Korupsi BTS Kominfo ke Komisi I DPR

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 2 Oktober 2023 15:18 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menunggu perintah hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menghadirkan sosok Nistra Yohan yang disebut-sebut sebagai "penjembatan" uang Rp 70 miliar korupsi BTS 4G Bakti Kominfo ke Komisi I DPR RI. Dugaan aliran uang haram itu terkuak dalam sidang pekan lalu melalui keterangan saksi Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama. “Kalau memang hakim minta dan mengeluarkan penetapan untuk kita hadirkan (Nistra Yohan), ya kita coba cari,” kata Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung, Haryoko Ari Prabowo kepada wartawan, kemarin. Selain Nistria, turut diakui saksi itu bahwa BPK RI menerima Rp 40 miliar melalui perwakilan BPK atas nama Sadikin. Hingga saat ini, Kejagung pun belum pernah kedua oknum tersebut. “Nistra Yohan belum, Sadikin belum,” katanya. Diberitakan sebelumnya, dalam persidangan kasus korupsi tower BTS ini di pengadilan, sempat terungkap lokasi penyerahan uang kepada perantara Komisi I DPR dan BPK. Uang kepada Komisi I DPR diduga diserahkan di sebuah rumah di Gandul dan Hotel Aston Sentul kepada sosok perantara bernama Nistra Yohan. Serahkan di mana?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri dalam persidangan Selasa (26/9). "Yang pertama di rumah di Gandul, yang kedua diserahkan di hotel Aston di Sentul," ujar Windi Purnama, Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar. Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali. "Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan. "Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan. Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya. Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan. Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra. Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal. "Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama. Sementara itu, uang Rp 40 miliar diserahkan melalui sosok perantara bernama Sadikin. Namun di hadapan Majelis Hakim, jaksa mengaku masih belum bisa menghadirkan Sadikin. "Sadikin ada pak jaksa?" tanya Hakim Anggota, Rianto Adam Pontoh dalam persidangan. "Tidak jelas, Yang Mulia," jawab jaksa penuntut umum saat itu. Mendengar jawaban jaksa itu, Hakim langsung memerintahkan agar jaksa penuntut umum untuk mencari si perantara. Hal itu guna memperjelas penerimaan uang yang disebut-sebut mengalir ke BPK ini. Sebab nilai yang diserahkan tak main-main, yakni Rp 40 miliar. "Ndak tahu? Ndak jelas? Harus jelaslah! Ini 40 miliar!" kata Hakim Rianto Adam Pontoh. Uang Rp 40 mliar itu diantarkan kepada Sadikin oleh Windi Purnama, kawan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif. Windi yang duduk di kursi saksi mahkota memastikan bahwa uang itu telah sampai ke tangan Sadikin. "Apakah Sadikin tadi saudara pastikan sudah menerima?" tanya Hakim Rianto. "Sudah, Yang Mulia," jawab Windi. Saat dicecar oleh Hakim Ketua, Fahzal Hendri, Windi mengaku bahwa penyerahan uang ke Sadikin merupakan perintah Anang Achmad Latif. Dari Anang Latif pula dia mengetahui bahwa uang itu diperuntukan bagi BPK. "Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi. Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai. "40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," katanya. Karena banyaknya lembaran uang, dia sampai mewadahinya dengan koper besar. Koper besar berisi uang itu kemudian diserahkannya di parkiran sebuah hotel di Jakarta. Saat itu dia menyerahkan uang tersebut ditemani supirnya. Mendengar pengakuan demikian, Hakim Ketua yang memimpin persidangan pun terkaget-kaget. Saking kagetnya, hakim sampai memukul meja. "Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya," ujar Windi. "Berapa pak?" tanya Hakim Fahzal, memastikan. "Rp 40 miliar," jawab Windi. "Ya Allah! Rp 40 miliar diserahkan di parkiran?" kata Hakim Fahzal keheranan.  (An)