Dugaan Korupsi RDT-Ag, Direktur Surveilans dan Karantina Kemenkes Prima Yosephine Bungkam!

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 4 Oktober 2023 13:57 WIB
Jakarta, MI - Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine bungkam, terkait kasus dugaan korupsi Pengadaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) yang merugikan negara Rp 95 miliar. Kasus dugaan korupsi itu dilaporkan oleh Forum Rakyat Bicara Peduli Pembangunan dan Kesehatan Masyarakat (Forbi PPKM), kepada Kejaksaan Agung RI beberapa waktu lalu. "Saya lagi di luar kota pak," singkat Prima Yosephine menjawab pesan whatshapp Monitorindonesia.com pekan lalu. Namun, sepekan setelah atas permintaan wawancara tersebut, Prima tak kunjung merespons klarifikasi atas pemberitaan laporan dugaan korupsi di direktorat tersebut. Tahun Anggaran 2021, semasa Covid 19, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan mengadakan jutaan Rapid Diagnostik Test Antigen (RDT-Ag). Salah satu perusahaan yang telah tayang di e-katalog ditunjuk Kemenkes untuk mengadakan RDT-Ag tersebut adalah PT SBI, melalui distributornya PT ZPN, menawarkan Rapid test Merk Biosensor. Belakangan, pengadaan tersebut diduga beraroma korupsi. Nilainya tidak tanggung-tanggung mencapai hingga Rp 95 miliar. Menurut Ketua Forbi PPKM Mikler Gultom, dugaan korupsi tersebut telah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung Bidang Pidana Khusus. Harapannya, dugaan kerugian Negara sebesar Rp 95 miliar dalam pengadaan Rapid Diagnostik Test Antigen (RDT-Ag Tahap II) Tahun 2021 pada Kemenkes diusut tuntas. “Kami telah melaporkan dugaan kerugian Negara tersebut berikut bukti bukti pendukung sejak 8 Maret 2023. Kedatangan kami untuk mendesak penyidik untuk mengusut kasus tersebut. Bukti pendukung sangat kuat.  Tidak ada alasan penyidik menghentikan pemeriksaan. Kami akan kawal terus,” ujarnya Mikler. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan memesan RDT-Ag merk Biosensor dari PT SBI melalui distributornya PT. ZPN sebanyak 3.009.325 test Tahun 2021 saat Covid 19 mengganas. Harganya, Rp 81.986 per tes termasuk PPN atau Rp 74.538 sebelum PPN. Harga inilah yang dituding oleh LSM FORBI PPKM terjadi permahalan harga. Sehingga berpotensi merugikan Negara Rp 95 miliar. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Dunia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup Anak dan Wanita (UNICEF) turut membantu Indonesia mengatasi Covid 19. Kedua organisasi dunia itu tercatat menyumbang RDT Ag merk Biosensor kepada Indonesia. Namun  menurut Mikler Gultom, harganya jauh dibawah harga kontrak PT. ZPN kepada pemerintah. Harga RDT-Ag Merk Biosensor bantuan Hibah WHO dan UNICEF hanya Rp 41.239 dan Rp 42.952. Sangat jauh dibawah harga Biosensor yang dijual oleh PT SBI atau PT ZPN kepada Kemenkes sebesar Rp 81.986 per tes termasuk PPN atau Rp 74.538 sebelum PPN. "Inilah yang kami desak untuk diusut oleh Kejaksaan Agung Pidana Khusus,” lanjut Mikler Ditambahkan, PT CUL, perusahaan lain yang ditunjuk Kemenkes dalam Pengadaan RDT Ag, diduga beralamat fiktif. Surat yang dikirim lewat Pos, tidak sampai ke PT CUL.  Surat kembali ke kantor FORBI PPKM. “Saat kami survey, alamatnya ditemukan. Tapi kantor PT CUL tidak ada. Diduga ‘fiktif.’ Tidak ada kantor perusahaan pada alamat yang tertera di e-katalog. Padahal kontraknya mencapai hingga Rp 117 miliar (1,5 juta test). Hal ini juga harus diusut oleh Kejaksaan Agung,” tandas Mikler. Sementara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, ketika dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Rabu (4/10) siang belum merespons. [Lin]   #Dugaan Korupsi RDT-Ag