Kejagung Cekal Saksi Korupsi BTS, Nistra Yohan "Penjembatan" Rp 70 M ke Senayan?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 14 Oktober 2023 13:45 WIB
Jakarta, MI - Sudah banyak saksi yang digarap Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek menara BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bahkan sudah 13 tersangka yang dijerat. Ada yang sudah disidangkan dan ada juga yang masih dalam proses pemberkasan. Kendati, masih ada saksi yang sudah beberapa kali dipanggil Kejagung, namun hingga saat ini belum juga menampakan batang hidungnnya. Dengan demikian Kejagung melakukan pencekalan terhadap saksi yang belum diungkap Kejagung itu pula. “Kemungkinan ya teman-teman (saksi) yang sudah beberapa kali dipanggil, mungkin tidak datang, kita cek keberadaannya dan beberapa sudah kita lakukan pencegahan ke luar negeri,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung (Kapuspenkum) Ketut Sumedana dikutip pada Sabtu (14/10). “Nanti akan saya sampaikan, karena kalau saya sampaikan sekarang nanti orangnya pada pergi, siapa aja yang dicegah, beberapa sudah kami cegah,” tambah Ketut. Sebagaimana diketahui, bahwa Kejagung pernah memanggil Staf Ahli Anggota Komisi I DPR RI Nistra Yohan dan seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk dimintai keterangan. Soal keberadaan Sadikin ini, Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu menanyakan ke pihak BPK namum belum memberikan jawaban. Begitu pun juga dengan Nistra Yohan yang disebut-sebut sebagai staf ahli anggota Komisi I DPR RI Sugiyonon dari Fraksi Partai Gerindra. Komisi I DPR RI tak memberikan respons. Hanya saja ada anggota Komisi I DPR RI menyarankan agar mengofirmasi hal itu ke pimpinan Komisi I DPR RI, namun tetap saja bungkam. Fakta Persidangan Dua saksi kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya yaitu Irwan Hermawan dan Windi Purnama mengungkapkan aliran uang Rp 70 miliar untuk Komisi I DPR RI dan Rp 40 miliar ke BPK RI. Irwan dan Windi yang dihadirkan sebagai saksi mahkota mulanya menjelaskan pemberian uang Rp 70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR. "Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9). Irwan merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, sedangkan Windi merupakan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga kerabat Irwan. Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Fahzal Hendri lantas bertanya kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, Windi menyebut pihak dimaksud ialah Nistra Yohan. "Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi. "Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawabnya. "Nistra tuh siapa?" cecar hakim. "Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1," terang Windi. "K1 itu apa?" lanjut hakim. "Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," terang Windi. Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa. "Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim. "Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media," jawab Irwan. "Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR," tandasnya. "Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim. "Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan. Dalam kesempatan ini, Irwan turut menyampaikan alasannya baru bisa berterus terang menyampaikan informasi perihal aliran uang terkait proyek BTS 4G di muka persidangan. Hal itu berbekal nasihat pengacaranya. Sebelumnya, selama proses penyidikan, Irwan mengaku keluarganya sering mendapat teror dari orang tak dikenal sehingga ia takut jujur memberikan keterangan di hadapan tim penyidik Kejagung. Selain itu, Windi mengaku juga turut menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang diserahkan senilai R p40 miliar. "Nomor [telepon] dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windi. "Berapa?" tanya hakim Fahzal. "Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," tutur Windi. "BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim menegaskan. "Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi. Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing. "Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim. "Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya Pak," kata Windi. "Berapa Pak?" tanya hakim lagi. "Rp40 M," ucap Windi. "Ya Allah. Rp 40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" lanjut hakim terkaget-kaget. "Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," ungkap Windi. Dalam penyerahan itu, Windi ditemani dengan sopirnya. Uang puluhan miliar yang tersimpan dalam koper diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin. Dalam sidang ini, Irwan dan Windi diperiksa sebagai saksi mahkota untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto. (An)