"Quo Vadis" Danau Toba, Budidaya Nila atau Pariwisata Super Prioritas?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Desember 2021 17:35 WIB
Monitorindonesia.com - Sebagai danau terbesar di kawasan Asia Tenggara, Danau Toba menyimpan berbagai potensi ekonomi. Mulai dari usaha transportasi air, pertanian, peternakan, budidaya perikanan, industri, hingga pariwisata. Danau Toba bukan saja menjadi objek keindahan alam, tapi juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Salah satu kegiatan ekonomi yang paling berkembang di Danau Toba adalah budidaya ikan nila atau tilapia dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Perputaran ekonomi budidaya perikanan, khususnya ikan Nila dapat mencapai hingga Rp5 triliun per tahun. Guru Besar sekaligus Peneliti dari IPB University menyebutkan bahwa budidaya ikan nila dengan KJA harus dipertahankan kendatipun pemerintah telah menetapkan kawasan Danau Toba sebagai super destinasi pariwisata internasional. Pernyataan disampaikan Ketua Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University Prof Manuntun Parulian Hutagaol dalam webinar bertajuk "Masyarakat, Ekonomi dan Lingkungan Kawasan Danau Toba" , Selasa (21/12/2021). Menurtnya, KJA budidaya ikan nila di Danau Toba sudah ada lebih dari 20 tahun lalu dan berkontribusi besar terhadap perekonomian di wilayah tersebut. Omzet KJA ikan Danau Toba mencapai Rp5 triliun per tahun dan sangat berdampak pada perekonomian warga sekitar. "KJA ini 40 persen sampai 50 persennya adalah usaha yang melibatkan puluhan ribu warga sekitar. Artinya ini memberikan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, bahkan sampai industri pendukungnya di warung makan," kata Parulian. Data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara pada tahun 2020 menunjukkan, produksi ikan nila di Danau Toba adalah sebesar 80.941 ton. Ekspor ikan nila dari Danau Toba juga memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba dan dinilai jauh lebih besar dari sumbangan sektor lain. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) 2021, volume ekspor ikan nila pada 2020 mencapai 12,29 ribu ton dengan nilai ekspor 1,5 Triliun Rupiah. Dan penyumbang ekspor tilapia terbesar adalah Sumatera Utara, yakni sekitar 95%. [caption id="attachment_398793" align="alignnone" width="650"] Keramba jaring apung. (Foto: SIB)[/caption] Namun demikian, seiring dengan kebijakan pemerintah pusat menetapkan Danau Toba sebagai tujuan wisata super prioritas, Pemprov Sumatera Utara mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba. SK menyebut daya dukung danau untuk KJA menjadi 10 ribu ton per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali. SK ini juga menetapkannya sebagai berstatus oligotrofik atau danau dengan kandungan zat hara yang sangat rendah. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki atau mengembalikan kesuburan Danau Toba guna mendukung program pariwisata super prioritas. "Sk tersebut menyebutkan daya dukung danau untuk KJA menjadi 10.000 ton ikan per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali. Padahal hasil penelitian tahun 2017 hingga 2018 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan daya dukungnya bisa menghasilkan sekitar 45-65 ribu ton ikan nila per tahun," ujar Parulian Hutagaol. Parulian bersama tim dari IPB University melakukan penelitian mengenai sumber cemaran pada Danau Toba yang menyebutkan bahwa KJA bukan satu-satunya sumber pencemaran. Oleh karena itu membatasi atau bahkan menutup KJA budidaya ikan nila dinilai sebagai langkah yang tidak tepat untuk mengurangi cemaran. Kaji ulang Sebelumnya, Dosen dan Peneliti dari Universitas Sumatera Utara, Ternala Alexander Barus mengatakan, status trofik atau kualitas perairan danau saat ini adalah mesotrofik. Namun demikian, proses eutrofikasi bisa saja akan terjadi nantinya sesuai dengan proses penuaan danau, baik secara alami maupun akibat meningkatnya nutrien yang masuk ke danau dan bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan danau. Maka dari itu, lanjut dia, perlu dikaji ulang penentuan kapasitas daya tampung perikanan Danau Toba melalui sebuah penelitian yang komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di kawasan danau. “Banyak alternatif yang bisa dilakukan supaya pencemaran bisa seminimal mungkin. Bisa dari pakannya, dari sistem keramba jaring apungnya dan lain sebagainya. Itu bisa kita lakukan, sehingga ada KJA yang ramah lingkungan. Tinggal komitmen kita mau enggak itu dilakukan. Pencemaran dapat kita minimalkan dengan segala teknologi yang ada, itu bisa dilakukan,” kata Ternala dilansir Gatra. Sebelumnya, Anggota DPRD Sumatera Utara Gusmiyadi menyebut ada beberapa upaya terkait penanganan KJA yang semakin merambah di perairan Danau Toba. Sebab, kata dia, KJA bukan hanya milik beberapa perusahaan, tapi juga masyarakat dengan kapasitas luar biasa besar. Luas permukaan KJA jika dibandingkan dengan luas permukaan danau hanya sekitar 0,4%, sehingga sangat tidaklah mungkin KJA merupakan satu-satunya sumber pencemar danau. Beberapa upaya tersebut antara lain, mendudukkan kembali hasil kajian yang ada saat ini. Serta, jika nantinya ada peluang penambahan daya tampung KJA danau, perlu ada komitmen dari semua pihak untuk membina kelompok-kelompok tani atau kelompok pembudidaya, untuk bisa mengoptimalkan KJA menjadi bagian dari kegiatan pariwisata. Menurut Gusmiyadi, kebijakan ke depan tidak bisa hanya sebatas untuk meniadakan KJA, tetapi harus memberikan solusi terhadap aktivitas ekonomi yang dimiliki masyarakat. Kebijakan pengurangan KJA diperlukan kajian yang mendalam dan tidak bisa gegabah dalam melaksanakannya, 12.300 orang akan terdampak dalam kebijakan ini, hal ini akan menimbulkan dampak sosial yang begitu besar. Pasokan ikan air tawar di Sumut dan beberapa daerah lain pastinya akan terganggu. “Ini merupakan persoalan prioritas yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah Sumatera Utara, sehingga kemudian Kesejahteraan Rakyat tidak harus dipertaruhkan,” ujarnya.