Kelangkaan Solar Subsidi Akibat Diserobot Truk Industri, sementara Kuota Turun dan Permintaan Naik, Ruwet kan?

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 28 Maret 2022 19:11 WIB
Jakarta, MI - Kelangkaan solar subsidi yang terjadi di berbagai daerah saat ini akibat kuota turun 5 persen dan permintaan justru naik 10 persen. Penjelasan tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (28/3). "Gap inilah yang menyebabkan terjadinya masalah di suplai. Demand (permintaan) naik 10 persen tetapi dari sisi suplai itu kuotanya turun 5 persen," kata Nicke Dia menguraikan, pada tahun lalu kuota solar subsidi Pertamina adalah 14,85 juta kiloliter dengan angka realisasi penyaluran sebesar 14,75 juta kiloliter. Namun pada 2022 kuota solar subsidi Pertamina ditargetkan hanya sebanyak 14,05 juta kiloliter dengan angka estimasi permintaan mencapai 16 juta kiloliter atau naik 14 persen. "Sampai dengan akhir tahun ada peningkatan 14 persen kuotanya, tetapi di sisi lain suplai malah turun lima persen," ujar Nicke. Menurut Nicke, antrean truk yang terjadi adalah dari industri-industri besar, seperti sawit dan tambang. Untuk itu dia meminta aparat untuk menertibkan karena solar subsidi tidak diperuntukkan untuk kendaraan industri sawit dan tambang. Menurutnya, disparitas juga harga telah mendorong peralihan konsumsi masyarakat dan industri yang semula menggunakan solar nonsubsidi, lalu kini memakai solar subsidi akibat selisih harga yang tinggi. "Kami menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan pengendalian dan monitoring di lapangan agar (solar nonsubsidi) ini sesuai dengan yang diperuntukkan," jelas Nicke. Ia berharap regulasi solar subsidi tidak hanya dalam bentuk Peraturan Presiden tetapi juga Keputusan Menteri agar regulasi itu bisa digunakan sebagai dasar petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di lapangan. Selain faktor pasokan dan permintaan, ia melanjutkan, faktor kelangkaan juga dipicu disparitas harga antara solar subsidi dengan solar nonsubsidi yang mencapai Rp7.800 per liter juga menjadi penyebab kelangkaan tersebut. Saat ini porsi solar subsidi terhadap keseluruhan penjualan solar yang dilakukan Pertamina mencapai 93 persen. Sedangkan porsi solar nonsubsidi hanya sebesar 7 persen. [aswan]