Indofarma Tekor Rp51,18 Miliar, BPK Diminta Segera Audit Laporan Keuangan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Juni 2022 10:10 WIB
Jakarta, MI - Kerugian beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di antaranya PT Indofarma (Persero) Tbk, jadi sorotan publik. Para pelaku ekonomi berupaya mengantisipasi kerugian terus menerus, baik yang disengaja yang dikategorikan kejahatan (fraud) maupun secara natural akibat dampak kesulitan ekonomi secara global. Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernado Emas secara khusus menyoroti kerugian yang dialami PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) yang sangat mencurigakan. Menurut Fernando, kerugian yang dialami perusahan pabrik dan penjualan obat itu sangat janggal dan aneh sehingga Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI segera turun tangan untuk melakukan pemeriksaan secara khusus atau Audit khusus terhadap laporan keuangan untuk tahun-tahun yang dinyatakan merugi. “Saya berharap Badan Pemeriksa Keuangan segera turun tangan memeriksa keuangan PT Indofarma Tbk (INAF), apakah ada potensi penyalahgunaan keuanganan perusahaan yang mengakibatkan kerugian,” ujar Fernando kepada Monitor Indonesia.com, Selasa (28/6). Lebih lanjut Fernando mengatakan, oleh karena kerugian sangat besar mencapai Rp 51, 18 M, maka seluruh Direksi dan Dewan Komisaris harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Selain BPK melakukan pemeriksaan khusus, Fernando mendesak Menteri BUMN Erick Tohir segera mengganti seluruh Jajaran Direksi dan Pengurus PT INAF Plat merah itu. “Untuk mencegah kerugian yang semakin besar, sebaiknya Menteri BUMN Erick Thohir segera mencopot jajaran direksi dan komisaris serta mengganti dengan orang yang memang memiliki kompetensi untuk mengurusi PT Indofarma sehingga keuangannya kembali membaik, ” Ujarnya. Seruan Fernando ini bersesuaian dengan tuntutan yang hendak disampaikan Komunitas Peduli BUMN yang sedianya akan disampaikan dalam aksinya pada hari, Rabu (22/6/22), namun tanpa pemberitahuan yang resmi, dan entah apa penyebab, aksi itu gagal terlaksana. Dalam Surat Pemberitahuannya kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya tentang rencana aksi damai yang sedianya dilaksanakan di Kantor PT INAF sekitar Manggarai Jakarta, pada Rabu, Minggu lalu, termuat ada empat tuntutan, yaitu: 1. Mendesak mundur para jajaran Komisaris dan Direksi PT Indoferma (Persero) Tbk., yang tidak bis bekerja secara maksimal dan hanya membuat rugi perusahaan; 2. Komisaris Indofarma wajib bertanggung jawab atas adanya kerugian di tubuh PT Indofarma; 3. Menteri BUMN wajib rombak total seluruh jajaran Komisaris dan Direksi PT Indofarma yang hanya memakan gaji buta tanpa kerja nyata; 4. Audit dan Investigasi keungan PT Indofarma (Persero) Tbk. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta BUMN agar dapat mengambil langkah tegas terkait hal tersebut. Ketegasan tersebut melalui aturan baru terkait tanggung jawab yang diemban komisaris perusahaan pelat merah. Dalam aturan baru tersebut, Jokowi mewajibkan seluruh komisaris BUMN bertanggung jawab jika perusahaan yang dalam pengawasan mereka rugi. Dalam PP No.23 Tahun 2022 Pasal 59 Ayat 2 berbunyi komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN yang dikelolanya. "Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas," tulis pemerintah dalam PP 23 Tahun 2022. Namun, anggota komisaris dan dewan pengawas tak perlu bertanggung jawab jika BUMN yang dikelolanya rugi jika sudah melakukan pengawasan dengan itikad baik, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kerugian. Selain itu, Menteri juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota dewan pengawas yang melakukan kesalahan atau lalai, sehingga membuat BUMN yang dikelola rugi. Setidaknya terdapat tiga BUMN yang juga perusahaan publik, yang diketahui merugi. Berikut daftarnya. 1. Garuda Indonesia PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencatatkan rugi bersih US$ 1,66 miliar per September 2021, membengkak dari US$ 1,07 miliar per September 2020. Dengan estimasi kurs Rp 14.000 per dolar AS, maka rugi bersih Garuda Indonesia mencapai sekitar Rp 23 triliun. Garuda Indonesia juga memiliki utang yang menggunung. Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra memaparkan terkait pembagian klasifikasi pembayaran utang terhadap kreditur. Dalam hal ini, klasifikasi dibagi menjadi pembayaran utang kepada BUMN, non BUMN, lessor, dan kreditur yang memiliki utang di bawah dan di atas Rp 255 juta. Untuk utang perseroan kepada BUMN, termasuk dalam hal ini Pertamina, Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, AirNav, seluruh BUMN dan anak BUMN lainnya dimodifikasi menjadi tagihan jangka panjang. Sementara, utang non BUMN jika di bawah Rp 255 juta akan dibayar tunai. Sedangkan utang kepada pihak swasta di atas Rp 255 juta akan terkena Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT). Irfan menyebut, keseluruhan utang perseroan kepada para kreditur sebesar US$ 800 juta. Dari total utang tersebut, akan ada yang dibayar secara tunai, ada yang melalui penerbitan surat utang, dan ada yang melalui konservasi saham dalam bentuk ekuitas. Dari keseluruhan utang sebesar US$ 800 juta, sebesar US$ 330 juta akan dibayar melalui konservasi saham dalam bentuk ekuitas. "Nanti akan lewat rights issue, nanti akan diberikan kepemilikan saham Garuda," sebut Irfan. 2. Waskita Karya PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), melaporkan kinerja keuangan yang masih tertekan pada kuartal pertama tahun ini. Rugi bersih perusahaan tercatat membengkak naik 18 kali lebih besar dari kerugian pada kuartal pertama tahun 2021 menjadi Rp 830,64 miliar dari semula hanya Rp 46,09 miliar. Memburuknya pos laba-rugi terjadi meskipun pendapatan Waskita malah tercatat mengalami kenaikan tipis menjadi Rp 2,74 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini, dari semula Rp 2,67 triliun di kuartal pertama 2021. 3. Indofarma PT Indofarma Tbk (INAF) diketahui membukukan rugi bersih senilai Rp 51,18 miliar pada kuartal I-2022, berbalik dari periode yang sama tahun lalu yang masih laba Rp 1,82 miliar. Hal tersebut terjadi di antaranya karena menurunnya penjualan bersih. Penjualan tercatat Rp 339,03 miliar, turun tipis dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 373,2 miliar. Selain itu, beban pokok penjualan membengkak menjadi Rp 309,08 miliar, dari sebelumnya Rp 198,19 miliar. Adapun perusahaan BUMN yang sudah dibubarkan antara lain PT Industri Gelas atau Iglas, PT Industri Sandang Nusantara (ISN), dan PT Kertas Kraft Aceh (KKA). Pembubaran ketiga BUMN ini telah melalui jalan panjang. Secara resmi, ketiga BUMN ini dibubarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang diusulkan dan diharapkan dapat rampung pada Juni 2022.

Topik:

BPK Indofarma Tekor