Pernyataan Bahlil Lahadalia Patut Diduga Bohong

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 19 September 2023 14:03 WIB
Jakarta, MI - Ekonom Anthony Budiawan menyoroti penyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia terkait dengan Xinyi akan berinvestasi USD11,8 miliar, dan akan menciptakan 35.000 lapangan kerja. Menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) ini, pernyataan Bahlil itu diduga tidak benar alias bohong. "Menurut benchmark internasional, setiap investasi satu juta dolar AS akan menciptakan lapangan kerja rata-rata 19 orang. Untuk sektor energi solar panel akan menciptakan sekitar 16,37 lapangan kerja untuk setiap satu juta dolar AS investasi," beber Anthony kepada Monitorindonesia.com, Selasa (19/9). Di Indonesia, jelas Anthony, bahwa jumlah lapangan kerja per 1 juta dolar AS investasi, atau sekitar Rp15 miliar, mungkin akan jauh lebih besar lagi.  "Jauh lebih besar dari 20 orang tenaga kerja!," katanya. "Anggap, setiap investasi per satu juta dolar AS, atau Rp15 miliar, akan menciptakan 20 lapangan kerja, maka investasi 11,8 miliar dolar AS seharusnya menciptakan 236.000 tenaga kerja baru," timpalnya. Oleh karena itu, Anthony menegaskan bahwa pernyataan Bahlil bahwa investasi Xinyi sebesar 11,8 miliar dolar AS hanya akan menyerap 35.000 tenaga kerja jauh dari kebenaran. "Alias bohong," singkat Anthony. Ada dua kemungkinan, tambah Anthony, Investasi Xinyi tidak sebesar yang digembar-gemborkan itu, atau jumlah penciptaan lapangan kerja sengaja direndahkan, seharusnya lebih besar dari 58.000. "Tetapi mau dipenuhi dari rakyat Tiongkok?," tutup Anthony menanyakan.   Sebaimana diberitakan, pemerintah mendorong agar rencana investasi dari produsen kaca dan panel surya asal China, Xinyi Group di Pulau Rempang tetap dapat terealisasi di tengah memanasnya polemik pengembangan Pulau Rempang. Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia rencana investasi Xinyi senilai Rp175 triliun harus dapat direalisasikan. Pasalnya, saat ini Indonesia tengah berkompetisi dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk menarik investasi asing. Bahlil mengatakan, apabila Xinyi memilih untuk tidak jadi menanamkan investasinya di Pulau Rempang, maka akan menjadi kerugian besar baik bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. "Investasi ini total Rp300 triliun lebih. Tahap pertama sebesar Rp175 triliun. Ini investasi besar. Kalau lepas, maka potensi pendapatan asli daerah [PAD] dan penciptaan lapangan kerja untuk orang di sini akan hilang," kata Bahlil saat konferensi pers dengan media di Hotel Marriot Harbour Bay, Batam, Minggu (17/9). Adapun, komitmen investasi Xinyi tersebut diperoleh usai Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke China pada Juli 2023 lalu. Sebelumnya, Bahlil mengatakan, komitmen investasi Xinyi itu bakal menggenjot upaya hilirisasi pasir silika atau kuarsa di dalam negeri untuk menjadi produk akhir kaca hingga panel surya mendatang. “Oleh-oleh paling paten, hari ini Presiden menyaksikan penandatanganan MoU antara pemerintah Indonesia dengan Xinyi, ini perusahaan terbesar di dunia pemain kaca dengan market share kurang lebih 26 persen,” kata Bahlil melalui keterangan pers secara daring, Jumat (28/7). (An)