Likuiditas Perbankan di BI Menyusut, Ada Apa?

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 8 Desember 2023 08:53 WIB
Bank Indonesia (Foto: Reuters)
Bank Indonesia (Foto: Reuters)

Jakarta, MI - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo belum lama ini menyentil perbankan karena aliran kredit yang dianggap kering. Presiden menyatakan bahwa perbankan mungkin lebih banyak menempatkan dananya di instrumen investasi buatan Bank Indonesia.

Penyaluran kredit perbankan belum begitu deras dengan mencapai pertumbuhan dua digit seperti yang digadang-gadang pada awal tahun ini. Per Oktober 2023, kredit perbankan baru mencapai pertumbuhan 8,99% secara tahunan (YoY) atau senilai Rp 6.903 triliun.

Hanya saja, pertumbuhan kredit perbankan ini sudah membaik dari bulan-bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit paling mini di tahun ini terjadi pada Juni 2023 yang hanya mencapai 7.76% YoY

Ekonom Universitas Bina Nusantara (Binus) Doddy Ariefianto mengungkapkan bahwa memang saat ini pertumbuhan kredit perbankan saat ini belum optimal. Ini tercermin dari rasio alat likuid yang dinilai agak tinggi.

Hanya saja, Doddy mengingatkan bahwa bank tidak dipaksa untuk terus menyalurkan kredit. Menurutnya, bank juga sudah melihat prospek pertumbuhan ekonomi saat ini yang membuatnya menahan dalam penyaluran kredit.

“Jadi sama aja ngajarin ikan berenang kalau dipaksa menyalurkan kredit,” ujar Doddy kepada awak media, Kamis (7/12).

Sebagai informasi, rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) per Oktober ada di level 26,36%. Sementara, rasio alat likuid terhadap NCD di periode yang sama sekitar 117,29%.

Oleh karenanya, penempatan dana perbankan di Bank Indonesia (BI) toh nyatanya juga mengalami penyusutan. Secara agregat, data OJK mencatat total dana yang ditempatkan pada BI senilai Rp 915,87 triliun atau turun 6,82% secara tahunan (YoY).

Penurunan kompak terjadi pada instrumen dalam bentuk Giro maupun Fine Tune Operation (FTO). Di sisi lain, instrumen dalam bentuk Fasbi mencatat kenaikan tipis 2,37% YoY menjadi Rp 129,79 triliun.

BI juga sudah menyiapkan beberapa kebijakan insentif jika likuiditas perbankan mulai menyusut. Dalam hal ini, adanya penurunan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) mulai Desember 2023 yang akan menambah fleksibilitas likuiditas sebesar Rp 81 triliun.

EvP Treasury Division Head PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Sindhu Rahardian bilang bahwa langkah BI tersebut akan berdampak positif pada alat likuid yang dapat dijaga oleh bank, sehingga akan menambah rasio AL/DPK.

“Tapi itu relatif kurang berdampak signifikan,” ujarnya.(Ran)