Jokowi Minta Sri Mulyani Bekukan APBN Rp 50,14 T, Mungkin Benar Kata Faisal Basri "Banyak Intervensi"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Februari 2024 18:15 WIB
Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Presiden Joko Widodo (kanan) (Foto: MI/Repro Instagram)
Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Presiden Joko Widodo (kanan) (Foto: MI/Repro Instagram)

Jakarta, MI - Pemblokiran alias membekukan anggaran Kementerian/Lembaga (KL) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 diharapkan tidak akan mengganggu kinerja dari masing-masing Kementerian/Lembaga (KL).

 Apalagi nilai anggaran yang diblokir mencapai Rp50,14 triliun menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2024.

"Saya berharap pemblokiran anggaran dilakukan bukan untuk mendahulukan program yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik seperti bansos, BLT, bantuan subsidi pupuk dan dana desa, namun benar-benar untuk kepentingan pengendalian perekonomian dalam negeri," ujar pengamat kebijakan publik, Fernando Emas saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Rabu (7/2).

Namun, Fernando, sebenarnya ragu dengan alasan yang disampaikan pemerintah, karena dia lebih meyakini bahwa automatic adjustment karena Presiden Joko Widodo lebih mendahulukan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik. 
https://monitorindonesia.com/storage/news/image/21b889e0-23e4-4aa2-81b6-d633a002efdc.jpg 

Pengamat kebijakan publik, Fernando Emas (Foto: Dok MI)

Apalagi, tambah dia, ada informasi yang berkembang seperti yang disampaikan oleh ekonom senior Faisal Basri tentang adanya niatan Sri Mulyani mundur dari karena kecewa terhadap Jokowi. 

"Mungkin saja informasi tersebut benar disebabkan Sri Mulyani merasa Jokowi sudah terlalu jauh mengintervensi kementerian yang dipimpinnya, karena Jokowi lebih mengedepankan kepentingan politik dalam mengelola anggaran," tutup Fernando Emas.

Pemblokiran anggaran tersebut sebagai strategi pemerintah untuk menghadapi kondisi ketidakpastian ekonomi global dan gejolak geopolitik. Keputusan ini tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-1082/MK.02/2023.

Surat ini ditujukan kepada para menteri kabinet Indonesia maju, Jaksa Agung RI, kepala kepolisian negara Republik Indonesia, para kepala lembaga pemerintahan non kementerian, dan pimpinan kesekretariatan lembaga negara. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro menjelaskan, kebijakan tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2024. 

"Kondisi geopolitik global yang dinamis berpotensi mempengaruhi perekonomian dunia sehingga perlu diantisipasi potensi atau kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di 2024," ujar Deni dalam keterangan resmi, Jumat (2/2). 

Kebijakan automatic adjustment ini merupakan salah satu metode untuk merespon dinamika global dan dinilai ampuh untuk menjaga ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 dan 2023. Kebijakan ini ditujukan untuk semua K/L. Adapun pencadangan belanja K/L yang diblokir sementara ditetapkan sekitar 5% dari pagu belanja K/L. 

"Pada dasarnya, anggaran yang terkena automatic adjustment masih tetap berada di K/L," katanya.

Sri Mulyani sebelumnya juga sempat melakukan automatic adjustment pada anggaran 2023. Anggaran yang diblokir waktu itu sebesar 5% atau Rp 50,23 triliun untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan gejolak geopolitik. 

“Dalam situasi yang tidak pasti, tolong cadangkan dari belanja yang sudah kita alokasikan. Cadangkan itu, artinya 95% Bapak dan Ibu sekalian tetap menggunakan anggaran yang sudah dialokasikan," kata Sri Mulyani pada acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2023 di Jakarta, pada 28 Februari 2023 lalu. 

Dia menekankan, bahwa bahwa semua anggran prioritas pemerintah jalan. Sementara 5% anggaran dicadangakan karena tidak masuk prioritas pemerintah tahun 2023. 

Untuk itu, Sri Mulyani meminta masing-masing K/L dapat memprioritaskan belanja yang benar-benar penting sehingga tetap dapat mencapai sasaran strategis dan program dari masing-masing K/L. 

“Setiap kementerian/lembaga tahu persis belanja mereka, bukan kami yang menentukan. Kita memberikan amplopnya besar dan kemudian beliau-beliau yang harus mengelolanya,” ujarnya. 

Dia mengungkapkan, belanja K/L untuk anggaran 2023 secara rata-rata mencapai 94% hingga 95%, atau tidak menyentuh angka 100%. Sehingga pencadangan sebesar 5% tidak memengaruhi kinerja dan tetap bisa mencapai target pembangunan dari masing-masing K/L. 

“Saya sebetulnya mengatakan 5%, yang sering enggak kepakai itu saya bintangin ya Bu, Pak. You can do semua programnya,” katanya. (wan)