Soal Perbaikan Terminal, Pengamat: Harus Dibarengi Pembenahan Angkutan Umum

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 18 Februari 2024 19:08 WIB
Bus Bandung - Kalideres di salah satu terminal (Foto: Dok MI/MTI)
Bus Bandung - Kalideres di salah satu terminal (Foto: Dok MI/MTI)

Jakarta, MI - Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan bahea terminal bus dan angkutan umum merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dalam pengoperasiannya. 

Maka, tegas pengamat transportasi itu, penyempurnaan terminal harus dibarengi dengan pembenahan angkutan umum.

"Pembenahan terminal tidak otomatis bisa mendorong masyarakat beralih ke angkutan umum. Hingga kini, pemerintah telah membangun dan membenahi banyak terminal, tetapi belum bisa mendongkrak pengguna angkutan umum," menurut Djoko, Minggu (18/2).

Beberapa terminal yang dibangun sepi kedatangan angkutan umum. Lanjut Djoko, pembenahan terminal harus diiringi pembenahan angkutan umum di daerah.

"Sampai saat ini, tidak sampai 5 persen dari keseluruhan 552 pemerintah daerah yang telah membenahi transportasi umum modern."

Dari 38 provinsi, hanya 15 ibu kota provinsi yang baru mengembangkan transportasi umum modern. Bahkan, ada ibu kota provinsi yang sudah tidak memiliki transportasi umum. Transportasi umum modern yang dimaksud adalah skema pembelian layanan (buy the service)," kata Djoko menambahkan.

Menurut Djoko, ramainya terminal juga ditentukan jumlah trayek angkutan umum yang hadir di terminal itu.

"Terminal yang terbangun megah adalah terminal tipe A, sedangkan di banyak daerah yang memiliki terminal tipe B dan C sudah tidak beroperasi akibat mulai punahnya angkutan umum," bebernya.

Oleh sebab itu, angkutan umum di daerah harus segera dilakukan pembenahan, supaya terminal yang terbangun atau mulai sepi akan menjadi ramai kembali.

"Bantuan pemerintah pusat untuk membenahi angkutan umum di daerah sangat diperlukan," tuturnya.

Djoko menambahkan, bahwa saat ini sudah ada program pembelian layanan di 11 kota.

"Namun belum cukup, mengingat sebanyak 552 pemda di seluruh Indonesia."

Maka, ungkap Djoko, diperlukan ada Program Public Service Obligation (PSO) angkutan umum, seperti halnya PSO perkeretaapian dengan DIPA Kementerian Keuangan.

"Untuk melanggengkan keberadaan angkutan umum di daerah diperlukan lembaga pembiayaan angkutan umum di bawah Kementerian Keuangan," tandasnya.