China Janji Bangun Pabrik Baterai Mobil Berujung Sendok Garpu, Bikin Ragu Aja

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 26 Februari 2024 19:22 WIB
Said Didu (Foto: Ist)
Said Didu (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu meragukan janji-janji investor China. Pasalnya, China setelah menguasai 90 persen nikel Indonesia, berujung pembangunan sendok dan garpu.

Menurut Said Didu, janji-janji China saat hendak berinvestasi di Indonesia, seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Dia mengambil contoh proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai tidak sesuai dengan ekspektasi awal. Selain stasiunnya tidak mencapai Kota Bandung, biaya pembangunan juga meningkat secara signifikan. PT Kereta Api Indonesia (Persero) harus menanggung utang besar karena pembengkakan biaya proyek ini.

Awalnya, China menawarkan proyek kereta cepat seharga USD5,13 miliar pada 2015, namun biayanya akhirnya melonjak menjadi USD1,2 miliar, sekitar Rp18,24 triliun dengan asumsi kurs Rp15.200 per USD).

"Janji China, KA Cepat, murah, laik dan layak, faktanya tidak sampai Bandung, mahal, bikin bangkrut PTKAI," kata Said Didu dalam unggahannya di aplikasi X @msaid_didu seperti dilihat Monitorindonesia.com, Senin (26/2).

Said Didu, menyampaikan kekecewaannya terhadap proyek tersebut, menyebut bahwa janji China tentang kereta cepat yang murah dan sesuai ternyata tidak terpenuhi, dan hal ini membawa dampak finansial yang serius pada PT KAI.

Selain itu, Said Didu juga menyoroti soal hilirisasi nikel yang diserahkan kepada China. Meskipun awalnya ada pembicaraan tentang pembangunan pabrik mobil listrik dan baterai mobil, setelah China menguasai 90 persen nikel Indonesia, proyek tersebut berubah menjadi pembangunan pabrik sendok dan garpu.

Hal ini menjadi sorotan karena Indonesia memiliki potensi untuk industri hilirisasi yang lebih bernilai tambah.

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa investor China berminat membangun pabrik sendok dan garpu sebagai bagian dari hilirisasi nikel.

Meskipun proyek industri petrokimia China di Kaltara mendapatkan lampu hijau, Said Didu dan sejumlah pihak lainnya mengecam perubahan fokus proyek yang semula bernilai tambah tinggi menjadi proyek yang dianggap kurang bernilai.