Proyek Biasa Menjelma PSN, Siapa 'Perampoknya'?

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 17 Mei 2024 18:06 WIB
Ekonom Prof. Anthony Budiawan (Foto: Dok MI/Repro YouTube)
Ekonom Prof. Anthony Budiawan (Foto: Dok MI/Repro YouTube)

Jakarta, MI - Dugaan perampokan uang negara (APBN) sudah sedemikian brutal. APBN bocor dalam jumlah tidak normal. Pelakunya sangat jelas, pejabat negara (ASN) dan politisi, seperti terungkap dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), bahwa 36,67 persen dari anggaran Proyek Strategis Nasional mengalir ke ASN dan politisi. 

"Artinya, dikorupsi oleh pejabat negara dan politisi," ujar Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (17/5/2024).

Dia menilai jumlah yang dikorupsi tersebut sangat tidak masuk akal, dan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia, atau mungkin dunia. Tidak heran, jumlah Proyek Strategis Nasional menggelembung terus. 

"Karena bisa dikorupsi secara besar-besaran," ungkap ekonom senior itu.

Proyek Strategis Nasional diciptakan. Lanjut Anthony, 'proyek biasa menjelma menjadi proyek strategis'. Antara lain, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Atau Bandara Kertajati. "Di mana letak strategisnya?" tanyanya.

"Dan masih banyak proyek-proyek lainnya lagi yang diberi status “strategis” tanpa ada makna “strategis” sama sekali. Karena, memang tidak pernah ada kriteria “strategis” yang jelas. Main pokoknya saja," tambahnya.

Pemerintah tinggal menyematkan kata “strategis”, maka jadilah Proyek Strategis Nasional. Seperti perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK 2) atau Bumi Serpong damai (BSD) yang baru-baru ini dihadiahi status Proyek Strategis Nasional. 

"Di mana letak strategisnya? Proyek perumahan yang sudah berjalan puluhan tahun, tiba-tiba menjelma menjadi Proyek Strategis Nasional?" tanyanya lagi.

Sungguh sewenang-wenang, kata dia. Memang, Proyek Strategis Nasional mempunyai karakter sewenang-wenang, alias karakter otoriter. Penetapan statusnya sewenang-wenang, tanpa ada kriteria jelas, tanpa ada kajian. 

"Kemudian, pembebasan lahannya juga bisa sewenang-wenang. Seperti yang terjadi di desa Wadas, Jawa Tengah, atau di Pulau Rempang, yang mengakibatkan pengusiran warga setempat secara paksa dan brutal," bebernya.

Menurut Kemenko Perekonomian, jumlah Proyek Strategis Nasional mencapai 190 proyek, dengan nilai Rp1.515 triliun. Anggaran APBN yang tersedot ke proyek infrastruktur, atas nama Proyek Strategis Nasional tersebut.

Jumlah ini, menurut Anthony, mengalahkan anggaran sosial untuk mengatasi kemiskinan dan kekurangan gizi (stunting). Semua ini mengakibatkan tingkat kemiskinan naik dari 9,22 persen pada 2019 menjadi 9,57 persen pada 2022.

Dengan kata lain, kebocoran atau korupsi Proyek Strategis Nasional yang mencapai 36,67 persen, seperti diungkap PPAT, identik dengan kejahatan kemanusiaan, mengambil hak masyarakat, dan mengakibatkan kemiskinan meningkat.

Pada saatnya, temuan PPATK ini wajib diusut tuntas. Semua nama yang terlibat, ASN dan politisi, sudah ada di tangan PPATK. Aparat Penegak Hukum tinggal memeriksa saja, dan menghukum seberat-beratnya kepada mereka yang terbukti bersalah.

Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu telah mengonfirmasi temua PPATK itu. Kepada Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa temuan aliran 36,67% itu sudah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Bahkan sudah ada tersangkanya.

Namun temuan tersebut bukan secara keseluruhan dari dana PSN. "Itu bukan dana PSN secara keseluruhan, tapi satu kasus terkait PSN yang sudah ditangani Kejaksaan Agung RI. Beberapa pihak sudah dijadikan tersangka dan bahkan sudah ditahan terkait kasus tersebut," kata Ivan kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (4/5/2024) malam.

Sebelumnya, PPATK menjelaskan bahwa temuan itu diumumkan sebagai wujud tanggung jawab lembaga tersebut terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

"PPATK memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai kegiatan dan kinerja kepada Publik. Hal ini secara rutin dilakukan oleh PPATK setiap tahun," kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah dalam keterangannya, Sabtu (13/1/2024).

Natsir juga menegaskan bahwa PPATK tidak memiliki motif politik tertentu. Menurutnya, PPATK mengumumkan temuan tersebut untuk mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) yang bisa merusak proses demokrasi.

"Jika dianggap apa yang dilakukan oleh PPATK akan dipolitisir atau PPATK memiliki motif politik tertentu, kami pastikan hal tersebut jauh dari pikiran kami. PPATK tidak pernah melibatkan diri dalam dunia politik".

"Namun secara tugas dan fungsi tidak bisa dihindari bahwa PPATK harus berperan untuk mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT yang akan merusak proses demokrasi di NKRI kita tercinta ini," tuturnya.

Tak bisa dikaitkan dengan korupsi seluruh PSN
Menurut Natsir, total kerugian 36,67% itu tidak bisa dikaitkan dengan korupsi di seluruh proyek PSN yang sedang berjalan. Sebab, temuan tersebut merupakan satu modus kasus yang saat ini ditangani oleh aparat penegak hukum.

Menurut Natsir, pengungkapan satu kasus yang berhubungan dengan PSN itu adalah bukti kinerja PPATK untuk membantu penegakan hukum dalam rangka menjaga akuntabilitas dan pengelolaan anggaran negara, agar proyek-proyek pemerintah dengan skema PSN dapat berjalan secara optimal bagi masyarakat luas.

"Pemahaman dan pernyataan bahwa kasus tersebut adalah terkait dengan PSN secara keseluruhan adalah tidak benar. Narasi dalam Refleksi Akhir Tahun 2023 PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai korupsi pada seluruh proyek PSN," bebernya.

PPATK juga mematuhi prinsip kerahasiaan dalam transaksi keuangan. Alhasil, pengumuman yang dilakukan dalam agenda Refleksi Kinerja PPATK Tahun 2023 bersifat agregat, umum, dan hanya indikasi sesuai statistik berdasarkan data pelaporan yang diperoleh PPATK.

"Tidak ada nama-nama spesifik karena itu dilindungi oleh UU terkait dengan prinsip-prinsip kerahasiaan transaksi. Semuanya tetap dengan koridor praduga tidak bersalah, oleh karenanya PPATK hanya sampaikan sebatas statistiknya saja dan tidak dapat membuka nama ataupun detail pihak-pihak terkait," bebernya.

Secara keseluruhan, Natsir menegaskan PPATK tidak pernah menyampaikan indikasi tindak pidana atas transaksi-transaksi yang tertuang dalam statistik PPATK. Statistik PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai tindak pidana kecuali telah diputuskan oleh pihak berwenang seperti KPU, Bawaslu, maupun aparat penegak hukum.

Namun, sejumlah data dan informasi yang disampaikan tersebut telah diteruskan PPATK kepada otoritas yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Natsir mengatakan bahwa PPATK tidak memiliki motif apapun selain semata-mata melaporkan akuntabilitas pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan kepada publik.

"Tentunya semua sepakat bahwa Pemilu merupakan momentum mematangkan visi dan misi serta menghindari adanya unsur-unsur politik uang khususnya masuknya dana-dana ilegal dalam kerangka menganggu pesta demokrasi ini," pungkasnya. (wan)

Topik:

PPATK PSN APBN