Hanya Kuasai 34%, Divestasi Vale Tabrak UUD 1945, UU Minerba, PP Divestasi Saham, UU MD3, Keputusan Raker dan RDP dengan Komisi VII DPR

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 30 Mei 2024 23:15 WIB
PT Vale Indonesia Tbk. (Foto: Dok MI/Ist/Net)
PT Vale Indonesia Tbk. (Foto: Dok MI/Ist/Net)
Jakarta, MI - Anggota Legislator PDI Perjuangan di Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar mempertanyakan divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang terkesan lemah. Tidak seperti ketika Komisi VII DPR RI dengan pemerintah yang sama-sama berjuang untuk divestasi saham Freeport 51%

Hal itu dia katakan merespons tanggapan tertulis PT Vale Indonesia atas pertanyaan yang disampaikan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII, pada 3 April 2024 lalu.

Jawaban yang diberikan pihak PT Vale Indonesia menurut dia, tidak secara detail menjelaskan soal proses divestasi saham PT Vale kepada pihak pemerintah, dalam hal ini Mind ID.

Dia pun menilai bahwa pemerintah melalui Mind ID, terkesan tak memiliki kedaulatan di bidang sumber daya mineral, karena hanya kuasai 34% saham di PT Vale. Padahal seharusnya pemerintah bisa mendapatkan saham 51 persen.

"Seperti yang disepakati dalam rapat-rapat di komisi VII antara Menteri ESDM, Mind Id dan PT Vale," kata Gunhar kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).

Divestasi yang menjadi salah satu syarat agar Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia, lanjut Gunhar, bisa diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Seharusnya juga diikuti dengan menyelesaikan proyek hilirisasi atau fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, sebagai ketentuan dalam Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"Namun akibat divestasi tersebut, pemerintah akhirnya memperpanjang tenggat waktu PT Vale untuk membangun smelter selama tiga tahun," bebernya.

Tabrak ketentuan hukum
Kata Gunhar, dengan hanya menguasai saham sebesar 34 persen, divestasi PT Vale itu, telah menabrak UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Menurut Gunhar, kedaulatan atas sumber daya mineral menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 3 terwujud pada pengendalian saham mayoritas. 

"Berbeda dengan divestasi PT Vale, di mana Mind ID faktanya hanya menguasai 34 persen saham, sedangkan 20 persen milik publik,” bebernya.

Dengan demikian, proses divestasi PT Vales telah menabrak setidaknya lima ketentuan hukum, antara lain UUD 1945, UU Minerba, Peraturan Pemerintah (PP) 56 tentang divestasi saham, UU MD3, serta beberapa keputusan Rapat kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII.

Dipaksakan?
DPR menurutnya juga mempertanyakan divestasi yang seakan dipaksakan, walau menabrak beberapa ketentuan hukum.  Padahal, tambahnya, saat keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Pemerintah telah sepakat untuk mengalihkan saham PT Vale ke Mind ID melaui divestasi sebesar 51 persen.

“Jika ada alasan saham publik 20 persen dianggap sebagai saham milik bangsa Indonesia, kita tak tahu siapa publik itu. Serta harus transparan," bebernya.

Tak hanya itu, dia juga mempertanyakan adanya kesan terburu-buru dalam divestasi PT Vale tersebut. Apalagi, dengan menabrak beberapa ketentuan hukum, dan juga tidak mengajak bicara DPR sebelumnya.

"Padahal Kontrak Karya (KK) PT Vale masih tersisa dua tahun lagi. Mengapa kesannya terburu-buru, melakukan divestasi di ujung pemerintahan sekarang, dan tidak menunggu pemerintahan yang baru saja?," tanyanya lagi.

Atas hal itulah, Gunhar mengimbau kepada masyarakat yang masih peduli terhadap kedaulatan sumber daya mineral di Indonesia, untuk merespon isu ini sebagai upaya untuk menjaga kekayaan alam dan kedaulatan sumber daya mineral, yang ada di bumi Indonesia.

“Kita menghimbau kepada masyarakat yang masih peduli terhadap kedaulatan sumber daya mineral, untuk bisa saja melakukan gugatan atau class action, terhadap keputusan divestasi PT vale itu,” demikian Gunhar.

DPR tak puas
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada Rabu (3/4/2024) lalu, Komisi VII DPR RI mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap penambahan saham sebesar 14% MIND ID di PT Vale Indonesia. 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi menilai pengambilalihan 14% saham Vale masih belum memenuhi syarat bagi pemerintah untuk menjadi pengendali saham PT Vale Indonesia. 

Ia lantas mempertanyakan usaha Menteri ESDM dalam proses negosiasi pengambilan saham yang diharapkan secara total 51%. Menurut Bambang dengan MIND ID memegang kepemilikan saham Vale sebesar 20% dan ditambah 14%, maka total kepemilikan saham pemerintah Indonesia melalui MIND ID hanya 34%. 

Pasalnya, kepemilikan saham publik sebesar 20,63% tidak masuk hitungan karena merupakan saham publik.

"Anak kecil pun tahu 34% bukan mayoritas. Mayoritas itu tetap 51%, jadi buat kami jujur kami merasa di DPR, kita bekerja sesuai undang-undang. Tapi mandat undang-undang yang telah kami jalankan dan dalam pembukaan rapat bapak sampaikan menjalankan tugas konstitusional kita, tapi di dalam perjalanan kita melihat tidak ada yang dijalankan ini buat koreksi kita bersama," ungkapnya.

Bambang menilai Kementerian ESDM selaku mitra tidak mengindahkan apa yang diharapkan para anggota Komisi VII DPR RI. Mengingat, seluruh anggota Komisi VII DPR RI sudah berkali-kali menggelar rapat membahas mengenai proses divestasi PT Vale Indonesia dan sepakat dalam kesimpulan rapat saham yang harus dipegang MIND ID yakni sebesar 51%.

"Kita gak ingin suatu ketika ada prosedur yang terabaikan kita hanya mengingatkan. Kita lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan, kita hanya mengingatkan mungkin saat ini gak papa demikian hari kita gak tau apa yang terjadi," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menilai konteks 51% saham menjadi bias di masyarakat karena ada pembanding, misalnya dalam kasus PT Freeport Indonesia. Adapun dalam proses pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia, pemerintah melalui MIND ID secara bulat telah memegang kepemilikan saham 51%.

Sementara dalam kasus pengambilalihan saham PT Vale Indonesia, saham sebesar 20,63% sudah dimiliki oleh publik terlebih dahulu. Sehingga secara total saham MIND ID di PT Vale Indonesia belum sepenuhnya 51%.

"Itu mungkin yang menjadi dispute di tengah tengah masyarakat itu. Bahwa juga ada kecurigaan yang 20% itu bukan ke publik tetapi kembali kepada owner," kata Sugeng.

Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo mengatakan salah satu pekerjaan rumah yang cukup krusial menjadi perhatian pemerintah selain penambahan saham 14%, adalah peta jalan hilirisasi nikel yang akan dijalankan PT Vale Indonesia. 

Hal tersebut cukup penting guna memastikan nilai tambah yang akan masuk ke kas negara. "Ini penting juga peta jalan untuk hilirisasi," kata dia.

Apa kata Menteri ESDM Arifin Tasrif?
Arifin berpendapat secara historis PT Vale Indonesia dianggap sudah melakukan pemenuhan kewajiban divestasi sebelumnya sebesar 20 persen pada tahun 1990. Hal ini dibuktikan dengan adanya penawaran saham melalui bursa saham Jakarta, BAPEPAM.

"Saham yang dijual di bursa diakui sebagai bagian dari saham pemerintah," kata Arifin.

Menurut Arifin, penawaran saham 20% merupakan pelaksanaan kewajiban divestasi perusahaan yang berdasarkan Kontrak Karya 1968 yang diperkuat juga pada amandemen kontrak Karya pada tahun 2014.

Lebih lanjut, Arifin menjelaskan sebagai salah satu persetujuan penetapan rencana pengembangan seluruh wilayah atau RPSW untuk mengajukan permohonan perpanjangan kontrak menjadi IUPK, PT Vale wajib melaksanakan komitmen investasi dan pembiayaannya.

Dalam hal ini yang telah disepakati adalah proyek investasi tambang nikel dan HPAL Sorowako sebesar US$ 2 miliar dimulai startup-nya pada tahun 2027. 

Kemudian investasi tambang nikel dan HPAL Pomalaa sebesar US$ 4,6 miliar dolar yang akan startup di akhir tahun 2026 dan investasi tambang nikel serta RKF Bahodopi sebesar US$ 2,6 miliar, startup-nya tahun 2026.

"Dengan adanya tambahan divestasi 14% kepada pemerintah Republik Indonesia, maka saham PT Vale Indonesia terbuka menjadi 34% untuk MIND ID, sehingga menjadi pemilik saham terbesar diikuti oleh Vale Canada, sebesar 33,88%. Saham publik yang sudah didapat sejak 1990 sebesar 20,63% dan Sumitomo Metal Mining 11,48%," beber Arifin.

Diketahui bahwa setelah transaksi selesai, MIND ID akan menjadi pemegang saham terbesar dengan total kepemilikan 34%. Sementara itu, Vale Canada Limited (VCL) dan SMM masing-masing akan memiliki 33,9% dan 11,5%. Sedangkan sekitar 20,6% masih dimiliki publik melalui Bursa Efek Indonesia.