DPR Tak Puas Divestasi Saham Vale ke Mind ID Hanya 34 Persen

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 30 Mei 2024 18:40 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar [Foto: Ist]
Anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar [Foto: Ist]

Jakarta, MI - Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar, menilai tanggapan tertulis PT Vale Indonesia atas pertanyaan yang disampaikan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII, pada 3 April 2024, tidak memuaskan. 

Menurutnya Gunhar, jawaban yang diberikan tidak secara detail menjelaskan proses divestasi saham PT Vale kepada pihak pemerintah, dalam hal ini Mind ID.

"Yang kita pertanyakan adalah mengapa negara dalam hal divestasi saham PT Vale, terkesan lemah. Tidak seperti ketika Komisi VII dengan pemerintah yang sama-sama berjuang untuk divestasi saham Freeport 51%," kata Gunhar, Kamis (30/5/2024).

Pemerintah melalui Mind ID, tambah Gunhar, terkesan tak memiliki kedaulatan di bidang sumber daya mineral, karena hanya kuasai 34% saham di PT Vale.

"Padahal seharusnya pemerintah bisa mendapatkan saham 51 persen seperti yang disepakati dalam rapat-rapat di komisi VII antara Mentri ESDM, Mind Id dan PT Vale," ujarnya.

Apalagi, menurut Gunhar, divestasi yang menjadi salah satu syarat agar Kontrak Karya (KK) PT Vale bisa diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), seharusnya juga diikuti dengan menyelesaikan proyek hilirisasi atau fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, sebagai ketentuan dalam Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"Namun akibat divestasi tersebut, pemerintah akhirnya memperpanjang tenggat waktu PT Vale untuk membangun smelter selama tiga tahun," jelasnya.

Selain itu, dengan hanya menguasai saham sebesar 34 persen, menurut Gunhar, divestasi PT Vale itu, telah menabrak UUD 1945 pasal 33 ayat 3, di mana sumber daya mineral yang seharusnya dapat dikelola sendiri oleh Bangsa Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Kedaulatan atas sumber daya mineral menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 3 terwujud pada pengendalian saham mayoritas. Berbeda dengan divestasi PT Vale, di mana Mind ID faktanya hanya menguasai 34 persen saham, sedangkan 20 persen milik publik,” ungkapnya.

Dengan demikian, menurutnya, proses divestasi PT Vales telah menabrak setidaknya lima ketentuan hukum, antara lain UUD 1945, UU Minerba, Peraturan Pemerintah (PP) 56 tentang divestasi saham, UU MD3, serta beberapa keputusan Rapat kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII.

DPR menurutnya juga mempertanyakan divestasi yang seakan dipaksakan, walau menabrak beberapa ketentuan hukum. 

Padahal, tambahnya, saat keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Pemerintah telah sepakat untuk mengalihkan saham PT Vale ke Mind ID melaui divestasi sebesar 51 persen.

“Jika ada alasan saham publik 20 persen dianggap sebagai saham milik bangsa Indonesia, kita tak tahu siapa publik itu. Serta harus transparan," ungkapnya.

Politisi PDI Perjuangan ini, juga mempertanyakan adanya kesan terburu-buru dalam divestasi PT Vale tersebut. Apalagi, dengan menabrak beberapa ketentuan hukum, dan juga tidak mengajak bicara DPR sebelumnya.

"Padahal Kontrak Karya (KK) PT Vale masih tersisa dua tahun lagi. Mengapa kesannya terburu-buru, melakukan divestasi di ujung pemerintahan sekarang, dan tidak menunggu pemerintahan yang baru saja?," imbuhnya.

Gunhar juga menghimbau, kepada masyarakat yang masih peduli terhadap kedaulatan sumber daya mineral di Indonesia, untuk merespon isu ini sebagai upaya untuk menjaga kekayaan alam dan kedaulatan sumber daya mineral, yang ada di bumi Indonesia.

“Kita menghimbau kepada masyarakat yang masih peduli terhadap kedaulatan sumber daya mineral, untuk bisa saja melakukan gugatan atau class action, terhadap keputusan divestasi PT vale itu,” pungkasnya.