IKN Sepi Invenstor, Komisi V: Bukan Soal Siapa Pejabatnya, Tapi Kebijakannya

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 15 Juni 2024 13:23 WIB
Anggota Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama (Foto: Ist)
Anggota Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, menyoroti soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada mega proyek pembangunan Ibukota Nusantara (IKN).

Menurutnya, masalah yang terjadi pada mega proyek itu bukan soal siapa yang memimpin, melainkan dasar kebijakan pembangunan IKN yang dinilai masih belum siap.

“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan sejumlah temuan pada mega proyek tersebut, di antaranya belum memadainya persiapan pembangunan infrastruktur IKN," kata Suryadi kepada wartawan, Sabtu (15/6/2024).

Sebab berdasarkan fakta yang terjadi, IKN sampai kini masih kesulitan menarik minat investor, karena dasar kebijakan sedari awal sudah keliru. 

"Karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 2.0856 hektare," ucapnya. 

Diketahui, saat ini Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono dan Raja Juli Antoni ditunjuk menjadi Plt Kepala dan wakil OIKN usai pengunduran diri Kepala OIKN Bambang Susantono dan Wakil OIKN Dhony Rahajoe.

Namun belum lama ditunjuk, keduanya sempat berbeda pendapat soal keperluan Perpres untuk penyelesaian dengan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Plus atau PDSK Plus.

"Dengan banyaknya permasalahan tersebut, Kepala OIKN akan makin sulit memenuhi ekspektasi pemerintah membidik investasi yang tinggi," ujarnya. 

"Buktinya investasi yang masuk ke IKN baru Rp47,5 triliun sejak 2023 hingga Januari 2024, sedangkan targetnya adalah Rp100 triliun hingga akhir tahun ini" sambungnya.

Lebih jauh, kata Suryadi, pemerintah saat ini masih mengandalkan investor nasional untuk pembangunan IKN. 

Pasalnya, pada rapat kerja Komisi V dengan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada, Selasa (11/6), Bahlil Lahadalia mengakui, hingga kini belum ada investor asing yang masuk ke IKN.

"Kami menganggap investasi IKN tidak dapat meningkat karena karakteristiknya infrastruktur publik, sementara publiknya belum ada," tukasnya.