3 Menteri Era Megawati Dituntut Tanggung Jawab atas Melego BCA dalam Kasus BLBI
Jakarta, MI - Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro menuntut 3 menteri era Megawati Soekarnoputri agar bertanggung jawab atas melego atau pengoperan PT Bank Central Asia (BCA) dalam hal upaya pengembalian uang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke brangkas negara.
Tiga eks menteri itu adalah eks Menteri Keuangan Boediono, Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
"Boediono, Kuntjoro-Jakti (Dorodjatun), Laksamana Sukardi adalah menteri-menteri ekonomi era Megawati. Semuanya harus bertanggung jawab," kata Sasmito dikutip pada Selasa (31/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa pada tahun 1999, upaya memindahtangankan itu belum memberikan hasil. Namun selama tiga tahun berselang, melalui kebijakan di era Megawati, pemerintah memutuskan untuk melego 51 persen saham BCA kepada publik.
Kendati, Sasmito menduga adanya rekayasa dalam proses pembelian saham oleh Farallon, yang disebut-sebut sebagai perusahaan cangkang milik Budi Hartono di Singapura.
Menurut Sasmito, harga jual BCA seharusnya Rp200 triliun, namun Farallon hanya menebusnya dengan harga Rp5 triliun. Padahal, nilai aset BCA mencapai Rp100 triliun, obligasi rekap Rp60 triliun, bunga Rp42 triliun, sehingga totalnya lebih dari Rp200 triliun.
"Sehingga itu tidak waras. Sama dengan dapat gratisan. Anda saja juga bisa jadi orang terkaya nomor satu di Indonesia seperti Budi Hartono. hari ini, nilai aset BCA mencapai Rp1.400 triliunan," bebernya.
Pun, Sasmito mempertanyakan pembelian BCA oleh Djarum Group, milik Robert Budi Hartono di era pemerintahan Megawati itu. Bagi dia, harganya terlalu murah.
Adapun BCA sendiri sudah berdiri sejak 21 Februari 1957, namun pada tahun 1998 BCA berada pada titik terendah dan hampir bangkrut, karena krisis ekonomi.
Pada 28 Mei 1998, Soeharto mengumumkan lengser, dan BCA yang saat itu milik Salim Group, diambil alih oleh pemerintah, agar BCA tidak jatuh terlalu dalam
Terkait tudingan itu, pihak BCA enggan berkomentar begitu dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (31/12/2024) petang. "Sebentar kami coba koordinasikan dulu ke internal ya mas, terima kasih," kata Tim Komunikasi BCA.
Sementara itu, Iskandar Sitorus dari Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak agar oknum pajak diperiksa, sejak kondisi BCA diambil alih tata kelolanya sampai kemudian dijual oleh negara. Dia turut menduga ada manipulasi kewajiban pajak PT BCA.
"Proses pembelian hingga perubahan kepemilikan perusahaan harus dicek atau diperiksa oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang kini kewenangannya ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), tetapi seluruhnya tentu terkonsolidasi ke DJKN. Ideal seperti itu. Proses lainnya terkait pajak-pajaknya," kata Iskandar begitu disapa Monitorindonesia.com, Selasa (31/12/2024) malam.
Selain itu, terkait gedung PT BCA di bundaran Hotel Indonesia (HI) pada kontrak Build Operate and Transfer (BOT) dengan negara, menurut Iskandar, sebagai salah satu contoh lain potensi kerugian negara sesuai temuan BPK RI. "Bagiamana kabarnya sekarang ya?," tanya dia.
Sekadar tahu, bahwa pada tahun 1999, BCA dijual oleh pemerintah, melalui mekanisme bursa efek, yang ditawarkan dengan harga Rp1.400 per lembar dan tidak laku. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap BCA, semenjak drop.
Tahun 2002, Megawati menjual 51 persen saham BCA kepada publik, sisanya akan jatuh kepada beberapa calon kandidat pembeli yang akan menguasai BCA, termasuk Farallon yang bermitra dengan keluarga Hartono.
Keluarga Farallon akhirnya memenangkan persaingan merebut BCA, dan berani membeli BCA sebesar US$ 530 juta. Sehingga, sejak saat itu Salim Group sudah tidak lagi memiliki BCA seutuhnya.
Lalu pada tahun 2007, Djarum menguasai BCA sepenuhnya, setelah membeli 92,18% saham Farallon di Farindo Investment (Perusahaan patungan Grup Djarum melalui Alaerka dan Farallon).
Dulu sangat dipercaya, lalu pudar karena krisis ekonomi, tapi kini BCA menguasai kembali sebagai bank swasta terbaik di Indonesia, dengan market cap sebesar Rp1,067 triliun per Februari 2023.
Topik:
BLBI BCA MegawatiBerita Sebelumnya
Berita Selanjutnya
Megawati Telepon Prabowo Agar Hasto Tak Ditahan, Dasco: Tak Ada Hubungannya
13 Januari 2025 21:25 WIB
Hukum 'Dijungkirbalikkan', Megawati: Kalau Saya Masih Hidup, Saya akan Lawan!
11 Januari 2025 23:52 WIB