Kadin: Kebijakan Tarif AS Bisa Hantam Kinerja Ekspor dan Investasi Indonesia

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 4 April 2025 12:03 WIB
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie (Foto: Ist)
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi memberlakukan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk impor dari Indonesia, meningkat drastis dari tarif dasar sebesar 10% yang sebelumnya diterapkan secara umum kepada semua negara. 

Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 9 April 2025 dan diperkirakan akan berdampak besar terhadap daya saing ekspor Indonesia ke pasar AS.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie mengakui, jika AS menindaklanjuti rencana tarif impor 32% untuk produk Indonesia dampak signifikan akan menimpa  neraca pembayaran, khususnya  neraca perdagangan dan arus investasi. 

AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar US$16,8 miliar pada tahun  2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun  2024 adalah  AS yang memberikan surplus US$16,8 miliar kepada Indonesia.

"Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk  manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah. Selama ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS," tuturnya di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

Untuk memperkuat neraca perdagangan setelah keputusan Trump, ia menilai bahwa negosiasi perdagangan perlu dilakukan dengan lebih selektif. Prioritas dapat diberikan pada industri padat karya yang terdampak secara menyeluruh, mulai dari sektor hulu hingga hilir. 

Selain itu, Indonesia juga perlu memperluas pasar ekspor ke wilayah di luar Asia Pasifik dan ASEAN, seperti Asia Tengah, Turki, Eropa, serta Afrika dan Amerika Latin.

"Ada peluang Indonesia mempertahankan hubungan baik dengan AS sebagai mitra dagang.  AS membutuhkan pasar bagi  peralatan pertahanan, pesawat terbang, dan LNG. Kita bisa menegosiasikan hal ini dengan produk ekspor andalan Indonesia," ujarnya.

AS memberlakukan Inflation Reduction Act (IRA) atau UU Penurunan Inflasi yang bertujuan menurunkan inflasi di AS, mendorong transisi energi bersih melalui insentif besar-besaran terhadap kendaraan listrik (EV), energi terbarukan (solar, angin), dan industri  baterai dan semikonduktor.

"AS bisa memberikan subsidi terhadap impor produk olahan dari nikel dan mineral lainnya dari Indonesia sepanjang mineral itu diolah sesuai standar lingkungan dan ketenagakerjaan. Hal ini dimungkinkan oleh critical minerals agreements dengan AS," jelasnya.

Tidak hanya berdampak pada sektor ekspor, kebijakan Presiden Trump juga memengaruhi arus investasi, baik investasi portofolio maupun investasi langsung asing (FDI). 

Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan daya tarik bagi investor, salah satunya dengan membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) yang ditujukan bagi AS dan sekutunya. KEK ini diharapkan dapat menjadi magnet bagi relokasi industri dari China.

"Dampak negatif kebijakan Presiden Trump perlu dihitung dengan cermat. Penurunan ekspor alas kaki,  pakaian, dan produk elektronik Indonesia  ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan. Kadin mengimbau agar pemerintah dan pelaku usaha bersama-sama mencegah PHK," pungkasnya.

Topik:

tarif-as ekspor investasi kamar-dagang-dan-industri