OPEC+ Tambah Produksi, Harga Minyak Langsung Terjun Bebas


Jakarta, MI - Harga minyak mentah mengalami penurunan pada Senin (5/5/2025) setelah OPEC+ mencapai kesepakatan untuk meningkatkan produksi minyak sebanyak 411.000 barel per hari mulai Juni mendatang. Langkah ini merupakan bagian dari pemulihan bertahap setelah pemangkasan produksi sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari.
Namun, keputusan tersebut menambah kekhawatiran pasar akan terjadinya surplus pasokan minyak, terutama di tengah melambatnya ekonomi global akibat perang dagang antara negara-negara besar.
Di pasar futures, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup turun 2 persen menjadi USD 57,13 per barel, setelah sempat mencapai titik terendah harian di USD 55,30. Sementara itu, harga minyak Brent juga mengalami penurunan 1,7 persen, berakhir di USD 60,23 per barel.
Melansir MT Newswires, sebelumnya OPEC+ berencana mengembalikan pemangkasan produksi secara bertahap dengan 18 kali kenaikan bulanan sebesar 137.000 barel per hari.
Namun, rencana ini dibatalkan setelah Arab Saudi merasa lelah menghadapi pelanggaran kuota produksi oleh sejumlah anggota seperti Kazakhstan, Irak, dan Rusia. Langkah Saudi membanjiri pasar ini menunjukkan kesiapannya menghadapi harga rendah demi merebut kembali pangsa pasar dan menghukum anggota yang tidak patuh.
“Kami telah menyatakan sejak awal masa jabatannya, [Menteri Energi Arab Saudi] Pangeran Abdulaziz bin Salman sangat percaya pada pengelolaan pasar secara aktif, namun juga pada prinsip bahwa setiap negara harus bertanggung jawab sesuai porsinya,” tutur Kepala Strategi Komoditas Global dan Riset MENA di RBC Capital Markets, Helima Croft.
“Ia tampaknya tidak ragu menggunakan kapasitas cadangan Saudi untuk mendisiplinkan anggota yang melanggar aturan OPEC, sebagaimana terjadi pada Maret 2020,” katanya.
Meskipun sebagian kenaikan pasokan minyak ini diduga dilatarbelakangi oleh pertimbangan politik, analis perusahaan konsultan energi Ritterbusch menilai bahwa langkah Arab Saudi kemungkinan ditujukan untuk mendorong kepatuhan terhadap kuota produksi dalam organisasi. Selain itu, Saudi juga tampaknya ingin membendung laju peningkatan produksi dari wilayah non-OPEC, terutama Amerika Serikat.
Dengan harga WTI yang berada di bawah USD60 per barel, jumlah rig minyak AS diperkirakan menurun, yang pada akhirnya dapat memperlambat produksi dan memberi dukungan harga, terutama jika diikuti oleh produsen non-OPEC utama lain seperti Brasil, Kanada, dan Norwegia.
Keputusan ini berisiko memunculkan perpecahan dalam OPEC+, yang dibentuk pada 2016 untuk menggabungkan Rusia dan sembilan produsen minyak lainnya ke dalam kerja sama dengan 13 anggota OPEC berdasarkan Deklarasi Kerja Sama 1960.
Sebelumnya, pelaku pasar telah mengantisipasi potensi surplus pasokan minyak pada 2025, seiring meningkatnya produksi dari belahan Barat. Namun, keputusan terbaru OPEC+ dinilai akan mempercepat kelebihan pasokan, di saat yang sama permintaan minyak tertekan akibat perlambatan ekonomi global dan memanasnya perang dagang yang dipicu oleh AS.
"OPEC+ sepakat memperpanjang kenaikan produksi 400 ribu barel per hari di bulan Mei ke bulan Juni. Hal ini memicu kekhawatiran kelebihan pasokan global, apalagi di tengah tantangan perang dagang yang bisa menekan permintaan. Menurut Saudi, kenaikan produksi dengan besaran serupa mungkin terus berlanjut," demikian tulis Saxo Bank.
Topik:
minyak-mentah harga-minyakBerita Sebelumnya
Ekonomi Lesu di Kuartal I 2025: Tumbuh 4,87%, Terendah Sejak 2021
Berita Selanjutnya
Dirut Telkom Didesak Mundur, TLKM jadi Sorotan Pasar
Berita Terkait

Minyak Melonjak 3%, Tekanan AS ke Rusia dan Sinyal Damai Dagang Bikin Harga Terkerek
30 Juli 2025 08:19 WIB

Harga Minyak Terdongkrak, Ketegangan Laut Merah dan Produksi AS jadi Pemicu
9 Juli 2025 08:50 WIB